Banyuwangi (Antara Jatim) - Pemkab Banyuwangi, Jawa Timur, terus berupaya melestarikan kesenian tradisional sebagai kekayaan budaya, salah satunya adalah tari seblang bakungan.
"Banyuwangi akan terus kita bangun agar maju dan berkembang, namun tradisi dan budaya juga tetap kita junjung sebagai bagian dari spirit dalam membangun daerah," kata Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas dalam keterangan kepada Antara di Banyuwangi, Senin.
Tradisi seblang bakungan merupakan rangkaian tarian yang dibawakan oleh wanita tua dalam kondisi trans atau tidak sadar diri. Ritual ini merupakan upacara penyucian desa yang dilaksanakan satu minggu setelah Hari Raya Idul Adha oleh warga suku Osing.
Seblang adalah singkatan dari "Sebele ilang" atau sialnya hilang. Di Banyuwangi, tradisi seblang dapat ditemui di dua desa, yaitu Desa Olehsari dan Desa Bakungan.
Menurut Bupati, konsistensi Pemkab Banyuwangi dalam mengangkat tradisi lokal ke dalam Banyuwangi Festival juga sebagai upaya untuk melestarikan seni dan budaya daerah.
"Kita ingin seni dan budaya Banyuwangi terus eksis dan mendapatkan panggung untuk bisa ditampilkan ke khalayak luas," katanya.
Sementara Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata MY Bramuda mengatakan tujuan tradisi seblang bakungan adalah untuk bersyukur kepada Allah dan memohon agar seluruh warga desa diberi ketenangan, kedamaian, keamanan dan kemudahan dalam mendapatkan rezeki yang halal serta dijauhkan dari segala mara bahaya.
Pada pementasan sebagai bagian dari Banyuwangi Festival, tari seblang bakungan yang dilaksanakan di balai desa Bakungan, Minggu (4/10). Pementasan itu dibawakan oleh Supinah, penari seblang bakungan ke-11 sejak dimulai pertama kali pada tahun 1639.
"Seblang ini dibawakan secara turun temurun oleh keturunan seblang. Satu orang seblang bisa menjadi seblang selama bertahun-tahun dan baru dilanjutkan ke generasi berikutnya," kata Bramuda.
Sebelum upacara dimulai, terlebih dahulu warga Bakungan berziarah ke makam leluhur desa, Buyut Witri. Usai ziarah, mereka menyiapkan prosesi seblang dengan cara menyuguhkan bermacam syarat. Ada ketan sabrang, ketan wingko, tumpeng, kinangan, bunga 500 biji, tumpeng takir, boneka, pecut dan kelapa yang menjadi perlambang kejujuran.
Ritual seblang dimulai seusai maghrib. Ritual ini diawali dengan shalat magrib dan shalat hajat di masjid desa. Lalu dilanjutkan parade oncor (obor) yang dibawa berkeliling desa (ider bumi).
Uniknya, pada saat ider bumi dilakukan, listrik di desa tersebut dalam keadaan padam total. Penerangan hanya berasal dari obor yang dinyalakan di depan rumah masing-masing warga dan obor yang dibawa berkeliling desa.
Setelah itu warga menggelar selamatan sambil melafalkan doa. Ketika ada bunyi kentongan yang dipukul bersamaan, serentak warga makan bersama. Hidangan yang menjadi menu pun khas, Using yakni nasi tumpeng dan pecel pithik.
Usai makan bersama, penari masuk pentas yang ditempatkan di depan balai desa. Setelah dibacakan mantra dan doa, wanita tua itu langsung tidak sadarkan diri dan menari dalam keadaan kesurupan, selama gending dinyanyikan.
Gending-gending yang dikumandangkan untuk mengiringi penari seblang itu ada 13 gending, di antaranya Seblang Lukinto, Podo Nonton, Ugo-ugo dan Kembang Gading.
Memasuki tengah malam, acara dilanjutkan dengan adol kembang (jual bunga). Di saat yang sama, para penonton berebut berbagai bibit tanaman yang dipajang di panggung dan mengambil kiling (baling-baling) serta hasil bumi yang dipasang di sanggar. Masyarakat Bakungan percaya barang-barang itu dapat digunakan sebagai media penolak bala. (*)
Banyuwangi Lestarikan Tari Seblang Bakungan
Senin, 5 Oktober 2015 17:58 WIB

Salah satu suasana pementasan seblang bakungan. (Istimewa)
Kita ingin seni dan budaya Banyuwangi terus eksis dan mendapatkan panggung untuk bisa ditampilkan ke khalayak luas.