Lumajang (Antara Jatim) - Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Surabaya mendesak Mabes Polri mengambil alih untuk menangani kasus kekerasan yang menimpa warga Desa Selok Awar-Awar Kabupaten Lumajang, Salim Kancil dan Tosan.
"Sebaiknya kasus tersebut ditangani oleh Mabes Polri karena kami menilai Polres Lumajang kurang serius dalam menyikapi persoalan penambangan dan hal itu terbukti tidak adanya jaminan untuk pelapor ancaman," kata Koordinator Badan Pekerja Kontras Surabaya, Fathul Khoir, saat dihubungi dari Lumajang, Jawa Timur, Rabu.
Ia mengatakan kejadian yang menimpa dua aktivis antitambang di Desa Selok Awar-Awar seharusnya tidak terjadi, apabila ada keseriusan dari aparat kepolisian untuk menanggapi laporan korban terkait dengan ancaman pembunuhan yang diadukan sebelumnya.
"Terkesan ada pembiaran dari aparat kepolisian karena perwakilan Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar pernah melaporkan adanya ancaman kepada Kasat Reskrim POlres Lumajang, namun polisi tidak bergerak cepat untuk mengantisipasinya," tuturnya.
Ia menyayangkan tidak peka dan lambannya aparat kepolisian setempat dalam melakukan tindakan pencegahan atas terbunuhnya Salim Kancil dan penganiayaan Tosan karena sebenarnya tragedi di Desa Selok Awar-Awar tidak perlu terjadi, apabila polisi bergerak cepat.
"Seharusnya polisi memberikan jaminan keamanan terhadap para aktivis penolak tambang itu dan dilakukan antisipasi, sehingga kekerasan yang dialami Pak Salim dan Pak Tosan tidak perlu terjadi," paparnya.
Kontras mendesak kasus pembunuhan dan penganiayaan petani Desa Selok Awar-Awar itu ditangani Mabes Polri dan Polda Jatim karena dinilai sejak awal Polres Lumajang tidak serius dalam menangani kasus tersebut.
"Kami khawatir kasus itu selesai sebagai kriminal biasa di Polres Lumajang, padahal di sana ada konspirasi besar dalam kasus penambangan pasir di Lumajang, sehingga sebaiknya diambil oleh Mabes Polri," tegasnya.(*)