Surabaya, (Antara Jatim) - Tahun 2015, kekeringan dipengaruhi "El Nino" yang mengakibatkan jadwal kemarau maju dan otomatis menambah musim kering.
Kekeringan menjadi bencana rutin setiap tahunnya saat musim kemarau tiba dan berimbas langsung terhadap masyarakat, seperti kesulitan air bersih, lahan dan area pertanian mengering.
Menanggulanginya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur menyampaikan bahwa musim kemarau panjang yang berimbas pada kekeringan tidak akan berpengaruh pada target swasembada beras di daerah setempat.
"Meski ada kekeringan, tapi kami bisa pastikan tak akan berpengaruh paa swasembada beras," ujar Kepala Dinas Pertanian Jawa Timur Wibowo Eko Putro.
Ia mengatakan, kemarau panjang menyebabkan 22.126 hektare lahan persawahan di Jatim mengalami kekeringan, serta 809,1 hektare sudah mengalami puso.
Namun, kata dia, jumlah puso sangat kecil dibandingkan dengan jumlah lahan pertanian di Jatim yang mencapai 1.177.160 hektare.
Menurut dia, masalah kekeringan ini telah tertutupi dengan pola tanam petani yang sudah menyesuaikan dengan cuaca.
Dijelaskannya, di 2014 pada sub ron 1 (Januari–April), Jatim mampu memproduksi 6.261.572 ton gabah kering giling (GKG), di sub ron 2 (Mei-Agustus) memproduksi 4.122.155 ton GKG, dan pada sub ron 3 (September-Desember) produksi mencapai 2.013.322 ton GKG, dengan total produksi mencapai 12.397.094 ton.
"Konsumsi kita sekitar 8 juta ton atau artinya masih surplus 4 juta ton lebih," ungkapnya.
Selain luasan lahan produktif yang jauh lebih banyak dibanding yang mengalami puso, lanjut dia, sistem tanam dan teknologi pertanian juga menjadi faktor tingginya produksi padi Jatim.
"Traktor, pompa air, alat pengering padi, alat pemanen telah diberikan kepada kelompok tani sebagai stumulan untuk meningkatkan produksi padi," ucapnya.
Kendati tidak berpengaruh pada produksi padi, pihaknya tetap berkomunikasi dengan pemerintah pusat untuk mengambil sejumlah langkah kongkret, salah satunya meminta bantuan untuk rencana dibuatkan hujan buatan di Jawa Timur untuk mengisi waduk.
Sebagai bentuk antisipasi, Dinas Pertanian juga menyiapkan "embung" atau cekungan yang digunakan untuk mengatur dan menampung suplai aliran air sebagai salah satu upaya mengantisipasi kekeringan di sejumlah daerah.
"Kami sudah rencanakan anggaran untuk dialokasikan pembuatan 'embung', dam atau parit, serta pembuatan sumur air tanah dangkal," ucapnya.
Meski tidak harus membuat semuanya, lanjut dia, saat ini tinggal menyesuaikan kebutuhan di daerah-daerah yang terimbas.
Anggaran pembangunannya sudah diajukan melalui dana alokasi khusus (DAK) 2015 sebesar Rp600 juta sebagai salah satu upaya antisipatif pada musim kemarau panjang tahun ini.
Pembuatan "embung" ini juga untuk menghilangkan kekhawatiran sejumlah pihak agar air sebagai konsumsi tidak sulit ditemukan, sekaligus tak menimpa lahan pertanian produktif.
Ia menjelaskan, sekitar 22.126 hektare lahan pertanian di Jawa Timur terimbas kekeringan, namun bisa dipastikan tidak akan memperngaruhi produksi padi.
"Namun, 'embung' ini berbeda dengan yang dibangun Pemprov, sebab khusus untuk pertanian. Harapannya, dengan pembangunan sumber air baru bisa memberikan tambahan persediaan air saat musim kemarau," ucapnya.
Selain bantuan anggaran dari pemerintah pusat, lanjut dia, Pemprov Jatim juga menyediakan sejumlah bantuan untuk menjaga stabilitas produksi pertanian dengan memberikan teknologi pertanian.
Di antaranya, traktor dan "hand tractor", pompa air, alat pengering padi, "combine harvester" atau alat pemanen yang telah diberikan kepada kelompok tani sebagai stimulan untuk meningkatkan produksi padi.
"Pemprov Jatim juga masih terus memberikan pendampingan dan pemahaman terkait pola tanam ke kelompok-kelompok tani," imbuhnya.
Pasok Air Bersih
Sebagai langkah antisipasi, tidak hanya Dinas Pertanian yang bergerak, namun juga satuan kerja perangkat daerah (SKPD) lainnya, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur yang mengirim (pasok) air bersih untuk mengatasi kekeringan di sejumlah desa terdampak akibat musim kemarau tahun ini.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Jatim Yanuar Rachmadi mengatakan, pengiriman air bersih ke warga yang desanya terdampak kering dilakukan tiga kali dalam seminggu per desa, dengan teknis dilakukan bergantian agar merata, mengingat keterbatasan jumlah truk tangki air di daerah-daerah.
Namun, kata dia, jika dinilai masih kurang maka BPBD Jatim bersama pemerintah serta BPBD kabupaten/kota terdampak kekeringan bisa menyewa truk tangki air milik swasta.
"Hal itu dilakukan jika benar-benar kekurangan kendaraan untuk mengirim air bersih. Yang diingat, ini air bersih, bukan air siap minum, jadi warga wajib memasaknya terlebih dahulu jika akan dikonsumsi," ujarnya.
Selain pengiriman air bersih, BPBD Jatim juga menyiapkan langkah jangka panjang berupa pemasangan sarana dan prasarana jaringan perpipaan, pencarian sumber-sumber air tanah potensial yang tidak kering pada musim kemarau, pembuatan sumur-sumur bor dan embung-embung Geomembran.
"Yang susah membuat sumur bor, karena tidak mudah mencari sumber air di musim kemarau. Jangan sampai sumur bor dibuat dengan jarak kilometer dari rumah penduduk," paparnya.
Khusus pembuatan embung Geomembran, lanjut dia, selama ini banyak dibantu Dinas Pekerjaan Umum (PU) dan pemerintah daerah setempat.
Pada masa darurat kekeringan (1 Juli-31 Oktober 2015), BPBD memetakan wilayah rawan dan berkoordinasi dengan BMKG serta BPBD setempat berdasarkan besaran curah hujan di Jatim.
Tidak itu saja, BPBD juga mendirikan posko pemantauan kekeringan dan pengecekan kesiapan sumber daya yang dimiliki, antara lain truk tangki, pompa air, tandon, jaringan perpipaan, embung dan sebagainya.
Daerah Terdampak
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Jawa Timur juga mencatat terdapat 398 desa terdampak kekeringan di wilayahnya sebagai imbas dari musim kemarau tahun ini.
Sedangkan, untuk jumlah desa potensi terdampak kering kritis atau yang berjarak 3 kilometer dengan sumber air, total terdapat 541 desa yang tersebar di 24 kabupaten/kota se-Jatim.
"Yang harus digarisbawahi, 541 desa itu berpotensi terdampak kekeringan, bukan yang sudah terdampak dalam kekeringan jenis kritis," ujar Yanuar.
Kabupaten Sampang di Madura merupakan desa yang paling banyak terdampak kekeringan karena 46 desa di antaranya sudah terdampak, kemudian diikuti Kabupaten Bangkalan di Madura dan Kabupaten Gresik yang sama-sama terdapat 31 desa terdampak.
"Di Sampang dan Bangkalan, desa berpotensi sama jumlahnya dengan yang sudah terdampak kekeringan. Sedangkan, di Gresik masih ada empat desa lain yang termasuk berpotensi," katanya.
Kendati demikian, dari sejumlah desa berpotensi kekeringan, masih ada yang belum terdampak sama sekali, seperti tujuh desa di Kabupaten Madiun dan empat desa di Kabupaten Kediri.
Kemudian, jika dibandingkan pada musim kemarau tahun lalu, pada tahun ini jumlah kabupaten/kota terdampak kekeringan mengalami peningkatan, yakni 24 daerah (2015) dan 21 daerah (2014).
"Untuk jumlah desa potensi terdampak kering kritis pada 2014, sebanyak 624 desa dari 179 Kecamatan di 21 daerah. Tapi itu total sampai akhir musim kemarau," tmbahnya.
Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jatim Nomor 757 tanggal 22 Juli 2015 tentang Tanggap Darurat Bencana Kekeringan Provinsi, dijelaskan bahwa tanggap darurat bencana kekeringan di wilayahnya selama 123 hari, terhitung mulai 1 Juli hingga 31 Oktober 2015.
Sementara itu, Polres dan TNI Kabupaten Bangkalan mendistribusikan bantuan air bersih ke sejumlah desa yang rawan kekeringan dan kekurangan air bersih, antara lain Desa Lembung Gunung, Desa Tlokoh dan Desa Bandang Dajah di Kecamatan Kokop.
"Selain untuk membantu meringankan beban masyarakat yang kekurangan air bersih, bantuan distribusi air bersih ini juga sebagai rangkaian dari HUT Ke-60 Satuan Lalu Lintas," kata Kapolres Bangkalan AKBP Windiyanto Pratomo.
Kasat Lantas Polres Bangkalan AKP Ridho Tri Putranto menyatakan, dalam bakti sosial pendistribusian air bersih ini diharapkan bisa membantu masyarakat memenuhi kebutuhan sehari-hari.(*()