"Saat pertama kali diterapkan K13, sekolah terkesan dipaksakan, karena tanpa didahului sosialisasi," kata anggota Fraksi Golkar setelah menghadiri wisuda Universitas Wijaya Putra, Surabaya, Minggu.
Saat ini, Mendikbud sedang merevisi dan masih belum diketahui hasilnya, namun ia mengharapkan pembenahan K13 akan membuat guru bisa menguasai K13, dan permasalahan buku K13 serta dana BOS akan teratasi.
"Menurut saya pelaksanaan K13 terkesan tergesa-gesa karena perlu dilakukan sosialisasi terlebih dulu kepada guru-gurunya agar tidak mengalami kesulitan seperti sekarang ini," katanya.
Misalnya saja, SMA 5 dan SMP 1 Surabaya, ternyata gurunya harus pindah ke sekolah lain untuk menjadi pendamping di sekolah lain.
"Masalah lain adalah buku, baik buku untuk guru maupun buku untuk siswa, namun di Jawa Timur sudah 17 kabupaten yang mendapatkan buku dari 38 kabupaten/kota, sedangkan di tempat lain belum sama sekali menerima buku, seperti di Jambi dan Sulawesi Selatan," katanya.
Menurut dia yang menjadi permasalahan lain yaitu surat dari Mendikbud yang isinya dana BOS bisa dipakai sementara untuk menyelesaikan persoalan buku, sehingga pihaknya khawatir nanti ke depan terjadi "double costing" karena dana BOS akan dipakai K13 dengan adanya surat itu.
"Dana untuk mempersiapkan K13 ini sekitar Rp3 triliun, jadi tidak mungkin dibuang, sehingga seharusnya ada percontohan terlebih dahulu agar tidak menyulitkan berbagai pihak dan diharapkan K13 bisa berjalan lagi dengan hasil evaluasi yang lebih baik lagi," tandasnya.
Secara terpisah, Kepala SMA Khadijah Surabaya M Mas'ud mengatakan pihaknya telah ditunjuk menjadi "induk kluster" dalam penerapan K13 untuk SMA di sekitarnya, seperti SMAN 10, SMAN 15, SMAN 16, dan sebagainya.
"Karena itu, kita sebagai sekolah
yang menjadi piloting K13 sejak K13 itu dijalankan akan mengirimkan
sejumlah guru untuk dilatih secara khusus di Jakarta guna mengemban
tugas sebagai induk kluster itu," katanya. (*)