Surabaya (Antara Jatim) - Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kota Surabaya menilai uji forensik surat rekomendasi DPP Partai Amanat Nasional (PAN) untuk pasangan bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Surabaya Rasiyo-Dhimam Abror belum diperlukan.
"Berdasar hasil penelitian berkas perbaikan yang dilakukan Selasa (25/8) lalu, belum ada dokumen yang mencurigakan. Jadi untuk sementara ini belum mengarah ke uji forensik," kata Komisioner Divisi Hukum dan Penanganan Pelanggaran Panwaslu Kota Surabaya M. Safwan kepada wartawan di Surabaya, Rabu.
Menurut dia, uji forensik dilakukan bila terdapat dokumen dari kedua pasangan calon yang dianggap meragukan. Namun hasil penelitian berkas perbaikan belum ada dokumen yang mencurigakan.
Pasca-KPU Surabaya bersama Panwaslu melakukan penelitian dokumen perbaikan, tim langsung bergerak menyelenggarakan verifikasi faktual sejak kemarin. Verifikasi ini dengan mendatangi berbagai pihak yang mengeluarkan dokumen untuk kedua pasangan calon.
Ia mencontohkan soal keabsahan surat rekomendasi dari DPP PAN untuk pasangan calon Rasiyo-Dhimam Abror, tim verifikasi faktual dapat langsung mendatangi kantor DPP PAN yang berada di Jakarta untuk mengecek keasliannya. Bila dari verifikasi ini sudah diketahui hasilnya, maka tidak perlu menggunakan uji forensik.
"Bila dokumen itu dianggap sudah cukup diketahui telah memenuhi syarat atau tidak memenuhi syarat dari verifikasi faktual, tidak perlu dilakukan uji forensik," katanya.
Praktisi Hukum M. Sholeh mempertanyakan rencana KPU membawa rekomendasi tersebut untuk diuji forensik di Polda Jatim. Untuk apa KPU melakukan hal yang semestinya bisa langsung diputuskan apakah itu masuk kategori Tidak Memenuhi Syarat (TMS) atau Memenuhi Syarat (MS).
"Untuk melihat rekomendasi itu asli atau palsu, identik atau tidak tidak perlu uji forensik. Tukang becak saja bisa mengatakannya. Lalu untuk apa kita ini membayar mahal lima orang (komisioner KPU) pintar-pintar yang ujung-ujungnya tidak bisa memutuskan ini," katanya.
Pembenaran
Sholeh mengatakan bahwa apa yang akan dilakukan KPU tersebut hanya semata-mata mencari perlindungan serta selamat dari apa yang akan diputuskan. KPU sengaja mencari pembenar atau pihak lain yang menyampaikan hasil kepada publik, bukan KPU yang menyampaikannya.
"Jadi istilahnya KPU akan pinjam tangan atau mulut pihak lain dalam hal ini kepolisian untuk memutuskan berkas itu TMS atau MS. Jadi sekali lagi saya katakan KPU bekerja bukan berdasarkan aturan tapi berdasarkan pesanan dan pesanannya Pilwali harus digelar 9 Desember," katanya.
Komisioner KPU Kota Surabaya Divisi Teknis dan Data, Nurul Amalia mengakui bahwa rapat pleno bersama Panwas memang berjalan kurang sesuai yang diharapkan. KPU Surabaya menginginkan Panwas langsung memutuskan TMS tidaknya. Terkait permintaan KPU itu, Panwas belum menyetujinya.
"Jadi pada Selasa (25/8) kami inginnya Panwas untuk memutuskan langsung TMS atau tidak. Ternyata Panwas tidak menghendaki itu. Kami mengira bisa langsung berdiskusi dengan Panwas, ternyata Panwas masih perlu melakukan pleno internal," katanya.
Dipaparkan Nurul alasan Panwas menolak untuk langsung mengumumkan TMS tidaknya tersebut perlu dilakukan pleno internal Panwas terlebih dahulu. "Jadi saat rapat dengan kami, Panwas mencatat, foto, mendokumentasikan semua. Lantas mereka pleno dan kemudian baru memutuskan TMS atau tidak, jadi kita tidak memutuskannya sendiri," katanya. (*)
Panwaslu : Uji Forensi Rekomendasi Rasiyo-Abror Belum Diperlukan
Rabu, 26 Agustus 2015 19:31 WIB
Berdasar hasil penelitian berkas perbaikan yang dilakukan Selasa (25/8) lalu, belum ada dokumen yang mencurigakan. Jadi untuk sementara ini belum mengarah ke uji forensik