Semarang(Antara Jatim) - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan mengemukakan pemerintah tidak hendak mengatur-atur kebudayaan terkait dengan adanya Rancangan Undang-undang Kebudayaaan.
"Pengelolaan kebudayaan yang diatur, yakni bagaimana kebudayaan itu tumbuh dan berkembang. Banyak yang bertanya untuk apa kebudayaan diatur?" katanya saat berbicara pada acara Temu Redaktur Kebudayaan hari kedua di Semarang, Jawa Tengah, Sabtu.
Karena itu, kata dia, poin-poin penting dalam RUU Kebudayaan itu adalah mengenai pengelolaan. Ketika pemerintah hendak mengembangkan kebudayaan memang ada dilema antara keperluan konservasi untuk pelestarian dengan kebutuhan memproduksi dalam bentuk massal.
"Karena itu harus ada pengelolaan bagaimana kebudayaan dalam konteks konservasi dengan ekonomi itu bisa sejalan. Kita menyadari bahwa seni itu bukan sekadar untuk seni. Seniman juga perlu hidup. Jika ada pelukis, diupayakan bagaimana lukisannya bisa laku," kata guru besar ilmu politik Universitas Airlangga Surabaya ini.
Menurut dia tidak bisa kepentingan ekonomi dibiarkan begitu saja tanpa memperhatikan aspek lain dalam suatu produk kebudayaan. Misalnya produk batik harus diperhatikan bagaimana bahan pewarnanya tidak merusak lingkungan.
Kacung juga menyampaikan bahwa pemerintah tidak sepakat dengan beberapa poin dalam drat UU yang disusun oleh DPR, seperti mengenai lembaga bernama Komisi Kebudayaan. Hal itu kata dia karena yang bertugas memonitor hal tersebut sudah ada lembaga dan UU-nya.
Sementara Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf dalam makalahnya yang dibacakan oleh Deputi Hubungan Antarlembaga dan Wilayah Endah Wahyu Sulistianti mengatakan saat ini banyak negara mengalami pertumbuhan berkat mengelola dan menumbuhkan sektor ekonomi kreatif dengan fokus dan strategi yang tepat.
"Sebagai sektor yang berbasis pada kompetensi untuk terus melahirkan inovasi dan kreasi yang memiliki nilai ekonomi, ekonomi kreatif saat ini telah menjadi salah satu andalan penting bagi sebuah bangsa untuk memiliki daya saing yang berkelanjutan," katanya.
Ia mengemukakan sebagai lembaga baru, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) dituntut untuk menjadi lembaga yang profesional, bersih dan terbuka serta memiliki kompetensi yang mengedepankan pencapaian dan prestasi sebagai tolok ukur kinerja. (*)