Jakarta (Antara) - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak revisi Peraturan Pemerintah (PP) terkait syarat pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) yang mereka anggap setengah hati dan terkesan asal-asalan.
"Kalau revisinya hanya mengatur pekerja terkena PHK, maka bisa dipastikan akan ditolak oleh masyarakat karena tidak menyelesaikan tiga esensi masalah yang diprotes dari PP tersebut," kata Presiden KSPI Said Iqbal dalam rilis pers yang diterima Antara di Jakarta, Sabtu.
Menurut dia, tiga esensi tersebut adalah, pertama, waktu pengambilannya yang terlalu lama mengingat JHT merupakan tabungan buruh yang dibutuhkan ketika ada kebutuhan mendesak.
Kedua, terkait dengan nilai dana JHT yang bisa diambil 10 persen dari saldo atau 30 persen dari JHT untuk perumahan dan sisanya diambil saat usia 56 tahun.
"Ini juga yang ditolak karena masyarakat dan buruh ingin dana JHT diambil sekaligus 100 persen dari saldo JHT, karena apabila diambil bertahap maka akan menjadi tidak bermanfaat," ucapnya.
Ketiga, perihal buruh yang terkena PHK saja yang boleh langsung mengambil dana JHT.
"Bagaimana dengan buruh yang mengundurkan diri? Bagaimana dengan 20 juta buruh kontrak yang putus kontrak sementara? Mereka semua juga ingin ambil dana JHT mereka sendiri," kata Said.
Menurut dia, revisi PP JHT harus memuat tiga esensi masalah tersebut dan meminta pasal 37(3) UU Nomor 40 Tahun 2004 ditunda dulu pemberlakuannya sampai kondisi masyarakat dan buruh siap. (*)