Bojonegoro (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro, Jawa Timur menyatakan maraknya kembali penyulingan secara tradisional minyak mentah produksi lapangan sumur minyak tua di Kecamatan Kedewan, akibat harga yang diterima penambang lebih besar dibandingkan disetor ke paguyuban.
"Banyaknya penyulingan minyak secara tradisional, karena faktor keuntungan," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemkab Bojonegoro Agus Supriyanto, di Bojonegoro, Senin.
Ia menyebutkan para penambang sumur minyak mentah di Desa Wonocolo, Hargomulyo dan Mbeji, Kecamatan Kedewan, menjual produksi minyak mentah kepada para penyuling dengan harga Rp2.400/liter.
Namun, lanjut dia, kalau produksi minyak mentah disetorkan ke paguyuban, yang menjalin kontrak kerja dengan Pertamina EP Asset IV Field Cepu, Jawa Tengah, hanya memperoleh imbalan jasa Rp2.150/liter.
"Ya jelas penambang lebih senang menjual minyak mentahnya ke penyuling. Kami sudah memperkirakan penyulingan minyak mentah akan marak kembali kalau pengelolaan lapangan sumur minyak diserahkan paguyuban," paparnya.
Ia memperkirakan penyuling minyak mentah di sejumlah desa di Kecamatan Kedewan, jumlahnya mencapai seratusan lebih penyuling.
"Jumlah penyuling minyak tradisional akan terus bertambah, sebab imbalan jasa yang diterima penambang kalau disetor ke Pertamina EP Cepu lebih rendah, dibandingkan dengan dijual ke penyuling," tandasnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan maraknya penyulingan minyak mentah produksi sejumlah desa di Kecamatan Kedewan, mengakibatkan rusaknya lingkungan.(*)