Surabaya (Antara Jatim) - Universitas Narotama (Unnar) Surabaya meminta Presiden Joko Widodo yang fokus pada pembangunan infrastruktur untuk menyiapkan konsep infrastruktur berkesinambungann agar manfaatnya berjangka panjang.
"Selama ini, umur infrastruktur kita tidak lebih dari lima tahun, bahkan aspal jalan hanya bertahan 2-3 tahun, karena itu kami membahas konsep infrastruktur berkesinambungan dalam Simposium Internasional Teknik Sipil 2015," kata dosen Unnar, Fredy Kurniawan ST MT M.Eng PhD, di Surabaya, Jatim, Minggu.
Dalam simposium yang menampilkan narasumber dari Belanda, Malaysia, dan Indonesia (30/5) itu, Dekan Fakultas Teknik Unnar yang juga ketua panitia simposium itu menjelaskan para ahli sepakat infrastruktur yang berkesinambungan itu memiliki tiga dampak yakni ekonomis, sosial, dan lingkungan.
"Karena itu, kalau Presiden Jokowi ingin mengembangkan infrastruktur di Indonesia, tapi jika hanya memikirkan dampak ekonomis dari infrastruktur itu akan percuma, karena hanya akan menghabiskan uang dengan kualitas yang rendah," paparnya.
Oleh karena itu, Presiden harus mengembangkan infrastruktur yang berkesinambungan, karena hasilnya akan bermanfaat hingga 10 tahun lebih, sehingga dampak sosialnya akan panjang akibat adanya infrastruktur yang kuat.
Dalam simposium itu, Dosen Rotterdam University of Applied Sciences, Belanda, Prof Dr Ir Hendro Subroto MSc PhD, menegaskan bahwa infrastruktur yang berkesinambungan juga ditentukan dengan adanya hak paten, bahkan hak paten itulah strategi dalam menghadapi persaingan bebas MEA.
"Karena itulah, saya mengurus paten MODUS dan DESA Asphalt yang telah digunakan di Belanda, Israel, dan Brazil. Dengan paten itu, aspal (MODUS dan DESA) yang membuat infrastruktur bertahan hingga 10 tahunan, maka saya dan universitas akan untung," ucapnya.
Peneliti Belanda kelahiran Indonesia yang ingin kembali ke Tanah Air saat pensiun itu menyatakan tingkat kekuatan aspal itu sesungguhnya sangat ditentukan komposisi dan teknik pemasangan.
"Itu (MODUS dan DESA Asphalt) akan tepat diterapkan di Indonesia, karena bahan aspal dari batu dan pasir ada banyak," tuturnya dalam Simposium Internasional Teknik Sipil 2015 bertema 'Sustainable Building and Infrastructure Engineering' itu.
Senada dengan itu, Mantan Menteri PU (1997-1999) Rachmadi Bambang Soemadijo mengatakan potensi aspal di Indonesia sangat besar untuk ekspor, seperti Aspal Buton.
Namun, Dosen Universitas Narotama, Dr. Ir. Koespiadi, MT, menilai 78 persen penyebab kegagalan infrastruktur itu karena desain pengerjaan.
"Kalau pekerja yang mendesain itu bekerja maksimal 8 jam perhari, maka akan baik, tapi faktanya sering 10 jam perhari, sehingga bermasalah," katanya.
Sementara itu, dosen ITB Prof Puti Farida Subroto menilai Indonesia memang memiliki potensi besar dalam bidang energi, manufaktur, dan konstruksi, namun potensi itu harus melalui proses zaman sekarang yakni ramah lingkungan.
Hal itu tidak jauh berbeda dengan pandangan Prof Dr Ir Zainai Bin Mohamed (Dosen University Technology Malaysia). "Masalah infrastruktur sering mendapat penolakan, meski masyarakat akan diuntungkan dengan jalan, jembatan, irigasi, karena itu perlu edukasi pada masyarakat," katanya.
Lain halnya dengan Dr. Noppakun Boongrapue (Dosen Burapha University, Thailand). "Infrastruktur juga memerlukan manajemen, karena jalan tol akan tetap antre dan macet bila tidak ada manajemen waktu untuk tol," katanya. (*)