Abu Vulkanik Kelud Bawa Luca ke Pittsburgh
Senin, 18 Mei 2015 16:54 WIB
Oleh Indriani
Jakarta (Antara) - Tak pernah terpikirkan oleh Luca Cada Lora (Luca), abu vulkanik sisa-sisa letusan Gunung Kelud (1731 mdpl) akan membawanya ke Pittsburgh Pennsylvania, Amerika Serikat.
Bersama dengan sahabatnya Galih Ramadhan, siswa dari SMA Negeri 1 Surakarta berjaya di ajang \"Intel International Science and Engineering Fair\" (Intel ISEF) 2015. Mereka berhasil menggondol \"grand awards\" di bidang sains material melalui karya ilmiahnya yang berjudul \"An Inorganic Nature of Heavy Metals Absorbent\" atau penyaring logam berat dari abu vulkanik.
Luca dan Galih menggunakan abu vulkanik sebagai bahan untuk menyaring logam berat pada limbah batik.
\"Abu vulkanik mengandung Silika Oksida (SiO2) yang mempunyai sifat mengikat logam berat yang ada pada limbah,\" ujar Luca, usai pertemuan dengan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Anies Baswedan di Jakarta, Senin.
Abu vulkanik mengandung setidaknya 55,45 persen SiO2. Luca dan Galih merancang instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sederhana yang diberi nama \"Pack for Ash\".
IPAL sederhana tersebut mempunyai dimensi panjang 1,5 meter dan tinggi 40 centimeter. Alat tersebut dapat digunakan untuk pengolahan 86 liter limbah.
\"Tapi alat tersebut bisa digunakan berulang-ulang. Setelah dipakai, kemudian dibersihkan abu vulkaniknya, dan bisa digunakan untuk pengolahan limbah lagi,\" jelas Luca yang sudah diterima di Fakultas Teknologi Industri ITB itu.
Alat tersebut juga dilengkapi indikator untuk mengetahui seberapa berat limbah tersebut.
Disinggung mengenai inspirasi alat tersebut, Luca mengaku terinspirasi ketika melihat selokan.
\"Saya heran ketika melihat selokan yang banyak abu vulkanik, kok airnya bersih? Dari situ saya penasaran dan menelitinya,\" kenang Luca.
Galih Ramadhan menambahkan dirinya dan Luca dibimbing oleh dosen Universitas Negeri Solo (UNS), Pranoto.
Kemudian dilanjutkan dengan penelitian lanjut di Kampus Geoteknologi LIPI di Bandung selama sebulan.
\"Air limbah yang dihasilkan melalui alat kami ini sesuai dengan baku mutu air limbah yang ditetapkan oleh pemerintah,\" ungkap Galih yang sudah diterima di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada itu.
Luca Cada Lora dan Galih Ramadhan merupakan pemenang dari Lomba Karya Ilmiah Remaja (LKIR) yang diselenggarakan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada 2014.
Tak Menyangka
\"Tidak pernah terpikirkan untuk meraih penghargaan. Jalan-jalan ke luar negeri saja sudah senang,\" kata I Dewa Ary Palguna lugu.
I Dewa Ary Palguna dan I Kadek Sudiarsana dari SMA Negeri Mandara Singaraja, Bali, juga berhasil meraih \"grand awards\" untuk kategori matematika dengan \"The Motifs Development of Gringsing Sarong\".
\"Penelitian kami menggabungkan antara matematika dan budaya,\" jelas Ary.
Ary dan Sudiarsana menggunakan perhitungan matematika untuk membangun motif pada kain gringsing.
Kain gringsing adalah satu-satunya kain tenun tradisional yang dibuat menggunakan teknik teknik ikat ganda dan memerlukan waktu dua hingga lima tahun untuk membuatnya. Kain ini berasal dari Desa Tenganan, Bali.
Ary memberi contoh motif transpersium pada kain gringsing. Dari motif itu dengan menggunakan rumus matematika bisa menghasilkan 10 motif lainnya.
\"Modifikasi motif itu tidak menghilangkan filosofi dari kain itu sendiri,\" cetus anak dari guru SMP itu.
Ary dan Sudiarsana berhasil membuat para juri berdecak kagum karena menggabungkan sains dan budaya merupakan hal yang baru di Amerika Serikat.
Ary dan Sudiarsana merupakan pemenang dari Olimpiade Penelitian Siswa Indonesia (OPSI) yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) pada 2014.
Para peraih \"grand awards\" mendapatkan apresiasi masing-masing sebesar 1.000 dolar Amerika Serikat untuk setiap karya ilmiah dan juga medali bagi setiap orangnya.
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Prof Dr Iskandar Zulkarnai, menyambut kabar raihan prestasi para ilmuwan muda itu dengan gembira.
Sebelumnya saat pelepasan, ia pun memberikan pesan khusus bagi para ilmuwan muda yang berlaga tersebut. Dirinya menekankan bahwa modal dasar dalam menghadapi kompetisi global adalah rasa percaya diri, persiapan yang matang, dan fokus pada karya ilmiahnya.
\"Kalian sudah menjadi pemenang. Kesempatan untuk berlaga di Intel ISEF adalah sesuatu yang diraih dengan usaha dan kerja keras, bukan dengan cara pemberian. Siapkan diri, berikan yang terbaik, dan bergaulah dengan teman-teman dari negara lain. Jangan pulang menjadi \'the loser\' dan tetaplah jadi \'the winner\' dengan mendapatkan jejaring di pergaulan international,\" papar Iskandar.
Deputi Bidang Ilmu Pengetahuan Teknik (IPT) LIPI Dr Laksana Tri Handoko, menyampaikandukungan atas dukungan Intel dalam pembinaan para peneliti atau ilmuwan muda Indonesia hingga mampu berprestasi dalam kompetisi global.
\"Para ilmuwan remaja ini diharapkan ke depan lebih banyak lagi berdiskusi dan membangun jaringan, karena hal ini tidak berhenti sampai di sini saja,\" pesan Handoko yang juga turut serta sebagai delegasi Indonesia yang berangkat ke AS.
Intel ISEF adalah kompetisi ilmiah terbesar di dunia untuk pelajar setingkat Sekolah Menengah Atas yang diselenggarakan oleh Intel setiap tahunnya. Intel ISEF mendorong jutaan ilmuwan remaja untuk memberikan solusi bagi berbagai masalah dan tantangan, baik tingkat lokal maupun global.
Untuk seleksi finalis, Intel ISEF bekerja sama dengan para afiliasinya di berbagai negara. Di Indonesia, Intel ISEF bekerja sama dengan LIPI melalui kompetisi LKIR.
\"Menjadi peneliti tidak harus rumit. Secanggih apapun teknologi, tidak ada manfaatnya jika tidak ada manusia, karena manusia lah yang akan mengembangkan teknologi tersebut,\" imbuh Manajer Intel Indonesia, Harris Iskandar.(*)