Anak Korban Carok Pamekasan Terancam Putus Kuliah
Minggu, 3 Mei 2015 14:20 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Anak korban carok massal yang meninggal dunia Marsuki, yakni Lukman Erfandi asal Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur, kini terancam putus kuliah, karena harus menggantikan posisi orang tuanya sebagai pencari nafkah keluarga.
"Kalau ayah masih hdup, kan ayah yang mencarikan biaya kuliah saya. Sekarang ayah sudah tidak ada, sehingga saya yang harus mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga," kata Lukman Erfandi kepada Antara di Pamekasan, Minggu.
Lukman merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan suami istri Marsuki dan Farida.
Pada 20 November 2014, Marsuki tewas diujung celurit dalam peristiwa carok massal yang terjadi di ladang sawah di Dusun Bates, Desa Pamoroh, Kecamatan Kadur, tak jauh dari rumahnya.
Pemuda berusia 21 ini menuturkan, semasa masih hidup, ayahnya sering bekerja sebagai kuli bangunan, yakni memasang plafon. Ia sering diundang orang dari desa kedesa bersama tukang lainnya di Desa Pamoroh.
"Dari situlah ayah bisa menyekolahkan saya hingga di Perguruan Tinggi," tuturnya dengan suara lirih.
Jika Lukman libur kuliah, ayahnya memang sering mengajak pemuda ini ikut bekerja, karena pekerjaan memasang plafon tidak terlalu sulit, sehingga pada akhirnya Lukman juga memiliki keahlian memasang plafon.
"Terkadang kalau tetangga di sini membangun rumah dan memasang plafon, saya juga sering bekerja bersama ayah," kenangnya.
Sejak ayahnya meninggal dunia dalam kasus carok massal itu, Lukman terpaksa menggantikan pekerjaan ayahnya, menjadi tulang punggung keluarga. Semua itu dia lakukan untuk menyambung hidup, dan membiayai pendidikan adiknya, termasuk biaya kuliahnya.
Mahasiswa semester VI Jurusan Syariah pada Program Studi Perbankan Syariah di Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Pamekasan ini mengaku, sejak ayahnya meninggal dunia, ia tidak lagi fokus kuliah.
"Bagaimana saya bisa fokus, wong saat ini saya menjadi tulang punggung keluarga dan tidak ingin adik saya juga putus sekolah," tuturnya.
Terkadang, Lukman harus mengabaikan kuliah, apabila ada undangan dari warga untuk memasang plafon. Hal ini pula yang membuat ia terpaksa harus mengulang mata kuliah Perbankan Syariah di kampusnya.
"Saya sudah pernah menghadap Pak Nashar (dosen pengajar Perbankan Syariah) untuk mengejar ketertinggalan kuliah saya, tapi tidak bisa, karena saya memang jarang kuliah, bekerja demi keluarga," ucapnya, lirih.
Lukman mengaku, disampang karena bekerja, yang juga menyebabkan ia jarang ikut kuliah, karena selama ini mengurus kasus ayahnya, terutama terkait dugaan rekayasa dalam penetapan tersangka, dari 10 orang hanya menjadi empat orang.
"Tapi Alhamdulillah saat ini sudah ada lembaga yang secara suka rela membantu melakukan pendampingan dalam kasus ini, yakni Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Madura dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat STAIN," ujarnya.
Sehingga, sambung Lukman, dirinya tidak terlalu fokus pada penanganan carok yang telah menyebabkan ayahnya meninggal dunia itu, termasuk upaya mencari keadilan dalam dugaan rekayasa penetapan tersangka oleh oknum penyidik Polres Pamekasan.
Kini Lukman hanya fokus mengatur pekerjaannya sebagai tukang plafon, dengan jadwal kuliahnya di STAIN Pamekasan, dengan harapan nantinya bisa tuntas belajar di kampus itu, hingga menyandang gelar sarjana.
"Yang saya harapkan dari kasus carok yang telah menyebabkan ayah meninggal dunia itu, keadilan hukum, bukan rekayasa hukum, seperti yang terjadi saat ini," tegas Kader HMI Komisariat STAIN Pamekasan ini.
Korban carok massal Marsuki adalah putra pasangan Abdul Kadir dan Rusmiyati. Korban lainnya dalam peristiwa berdarah itu, Abdul Hannan yang juga paman Lukman Erfandi.
Marsuki memiliki tiga orang anak, yaitu Nurul Fitriyah (23) dan saat ini sudah menikah, Lukman Erfandi (21) dan Ach Jailani Siddiq (19).
Jailani kini menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Ummul Quro Desa Plakpak, Kecamatan Pegantenan, Pamekasan dan sedang duduk di Kelas III Madrasah Aliyah.
Sementara, korban carok Hannan adalah anak dari pasangan suami istri Adi alias P. Sukri dan Atmina. Pasangan Adi-Atmina ini dikaruniai lima orang anak, yaitu Sukri, Sappak, Moh Hasin, Mailah dan Hannan.(*)