Pertamina EP Tindak Tegas Pengelola Sumur Tua Ilegal
Selasa, 14 April 2015 18:45 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Anak perusahaan Pertamina, PT Pertamina EP, menindak tegas pengelola 295 sumur tua karena telah melakukan kegiatan eksplorasi minyak dan gas bumi secara ilegal, merusak ekosistem, dan merugikan negara.
"Apalagi, aktivitas bisnis mereka tidak ada laporan pajak. Padahal, hasil minyak mentah yang digali minimal mencapai 300-400 Barrel of Oil Per Day (BOPD)," kata Public Relation Manager Pertamina EP, Muhammad Baron, ditemui di Surabaya, Selasa.
Menurut dia, di wilayah kerjanya yakni Field Cepu ada 550 sumur tua yang diusahakan oleh masyarakat dan investor di Kecamatan Kedewan Cepu Bojonegoro. Akan tetapi hanya 255 sumur tua yang legal dan berproduksi setiap hari mencapai 1.075 BOPD.
"Sementara, 295 sumur lainnya merupakan sumur galian baru dengan produksi 1.085 BOPD," ujarnya.
Kemudian, jelas dia, kini sumur tua yang menjamur di Blok Cepu tak lagi dikuasai oleh KUD yang mendapat izin dari Pertamina. Namun, sekarang dikelola investor besar dengan proses penambangan menggunakan ESP yang termasuk dalam proses penambangan minyak moderen.
"Ini tak sesuai dengan ketentuan pemanfaatan sumur tua yang dalam peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2008. Di aturan itu menyebutkan bahwa sumur yang dibor sebelum tahun 1970an bukan sumur bor baru yang diusahakan dengan alat modern seperti laiknya upaya pengeboran minyak bumi lain," katanya.
Saat ini, tambah dia, Pertamina EP sudah melaporkan upaya illegal drilling ini kepada kepolisian dan juga pihak TNI. Apalagi, pelaporan tersebut memiliki landasan hukum yakni Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.
"Kebijakan pemerintah itu mengatur bahwa kegiatan hilir maupun hulu minyak dan gas bumi hanya boleh dilakukan oleh BUMN, BUMD, KUD, serta Badan Usaha Swasta yang sudah memiliki izin dari negara," katanya.
Bahkan, sebut dia, undang-undang itu juga diperkuat oleh Pedoman Tata Kerja BP Migas Nomor 023/PTK/III/2009 tentang Pengusahaan Pertambangan Minyak Bumi dan Sumur Tua. Selain itu, ancaman hukumannya berat atau penjara enam tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
"Sampai saat ini berkasnya sudah di pihak kepolisian. Kami juga terus koordinasi dengan Pemkab Bojonegoro untuk merangkul para pekerja di sumur tua sehingga illegal drilling bisa ditekan dan 2.300 masyarakat yang bekerja di sumur tua itu tak akan kehilangan pekerjaannya," katanya.
Berbagai langkah hukum itu, kata dia, sekaligus bertujuan meningkatkan kesadaran masyarakat. Di samping itu supaya masyarakat terutama pekerja di sumur tua bisa mendapatkan penghasilan yang lebih laik. Penyebabnya, walau sumur tua sudah dikelola investor yang mengusahakan pengeboran dengan alat canggih dan secara profesional tapi pendapatan dan kesejahteraan pekerja di sumur tua kian buruk.(*)