Pemkab Se-Madura Gagas Perda Karapan Sapi
Kamis, 9 April 2015 14:06 WIB
Pamekasan (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten seluruh Pulau Madura, menggagas peraturan daerah (Perda) tentang pelaksanaan lomba karapan sapi yang bebas penyiksaan, sebagai upaya untuk melestarikan budaya itu.
Bupati Pamekasan Achmad Syafii di Pamekasan, Kamis menjelaskan, gagasan tentang Perda Karapan Sapi yang bebas praktik penyiksaan itu, disampaikan dalam pertemuan antarkepala daerah di Bakorwil IV Pamekasan, beberapa hari lalu.
"Rencananya Perda itu akan diajukan ke DPRD Jatim, dan jika Perda itu telah ditetapkan, praktik kekerasan dalam pelaksanaan karapan sapi, harus dihilangkan," tegas Achmad Syafii.
Munculnya gagasan agar Pemprov Jatim memiliki Perda tentang Larangan Praktik Kekerasan dalam Pelaksanaan Karapan Sapi itu, karena jika praktik kekerasan tetap berlangsung maka budaya leluhur yang sudah dikenal sejak dulu hingga di luar negeri itu, tidak akan lagi menjadi budaya yang menarik.
Sebab, sejatinya praktik kekerasan tidak diperbolehkan apapun alasannya.
"Ketika praktik kekerasan masih ada maka turis yang datang ke Madura untuk menyaksikan karapan sapi itu, yang terbayang adalah kekerasannya," ucap Syafii.
Mantan anggota DPR RI dari Partai Demokrat ini lebih lanjut menjelaskan, selama ini memang sudah ada upaya dari pemerintah, baik oleh pemkab di empat kabupaten di Pulau Garam, Madura, Pemprov Jatim maupun Pemerintah Pusat.
Hanya saja, kata dia, belum tertuang dalam bentuk perundang-undangan, dan hanya merupakan kesepakatan antara pemilik sapi karapan dengan panitia pelaksana lomba karapan sapi dan Bakorwil IV Madura.
Akibatnya, praktik kekerasan dalam setiap ajang lomba karapan sapi masih ditemukan, kendatipun tidak separah sebelumnya.
"Nah, kalau ada Perda sebagai landasan hukum, mau tidak mau, kan harus dilaksanakan," tukasnya.
Prakti kekerasan dalam pelaksanaan lomba karapan sapi di Pulau Garam ini, mulai lantang disuarakan oleh aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Pamekasan, saat Sulaisi Abdurrazaq menjabat sebagai Ketua Umum organisasi mahasiswa itu.
Kala itu, yang menjadi pijakan pemikiran HMI, karena praktik kekerasan merupakan perbuatan terlarang apapun alasannya. Di samping, awalnya karapan sapi tanpa kekerasan.
Pasangan sapi karapan itu diadu kecepatannya, tanpa disiksa, sebagai prakti pemilik sapi karapan, melainkan hanya dengan menggunakan "pak-kopak".
"Pak-kopak" adalah bahasa Madura, yakni pelepah pohon pisang dengan cara dipukulkan pada pantat sapi, agar sapi-sapi itu lari dengan kencang.
Pada perkembangan berikutnya, joki karapan sapi tidak lagi menggunakan "pak-kopak" atan tetapi menggunakan alat yang disebut dengan "rekening" yakni terbuat dari kayu yang menyerupai "pak-kopok" dan dipasang paku pada kayu, lalu digarukkan ke pantat sapi agar larinya kencang.
Tidak hanya itu, pemilik sapi karapan juga memoles mata sapi dengan balsam dan cabai agar sapi-sapi itu kesakitan, sehingga laringan sangat kencang dan cepat mencapai garis akhir.(*)