Oleh Dewanto Samodro Jakarta (Antara) - Pengamat politik Timur Tengah dan dunia Islam Hasibullah Sastrawi mengatakan penanganan paham Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) di Indonesia kurang sinergis sehingga membuat paham tersebut menarik bagi warga negara Indonesia, termasuk remaja dan anak-anak. "Karena kurang bersinergi, sehingga tidak berpikir urgensi penggunaan media. Perang terhadap ISIS yang terjadi di Indonesia saat ini kan hanya terjadi di media, baik media sosial maupun konvensional," kata Hasbullah Sastrawi dihubungi di Jakarta, Kamis. Direktur Aliansi Indonesia Damai (AIDA) itu mengatakan selama ini belum ada sinergi dan koordinasi antara pemerintah dengan media terkait pemberitaan tentang ISIS sehingga ideologi tersebut menjadi menarik. "Jadi pertanyaannya bukan apa yang menarik dari paham ISIS, tetapi apa yang membuat paham tersebut menjadi menarik," tuturnya. Hasib mengatakan daripada menyebarluaskan tentang bahaya paham ISIS, akan lebih baik bila pemerintah lebih fokus pada menanamkan pemahaman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). "Selama ini hanya bahaya ISIS yang diberitakan sementara NKRI justru ditinggalkan. Penolakan terhadap ISIS jangan malah meneror nasionalisme kita," katanya. Menurut Hasib, bahaya ISIS belum nyata karena selama ini belum ada tindak pidana yang dilakukan aktivis ISIS, misalnya aksi teror ataupun ancaman bom, sebagaimana yang sudah dilakukan kelompok-kelompok jihadis radikal lainnya. Bukti tidak ada sinergi antara organ-organ keamanan yang terkait dengan radikalisme dan terorisme seperti Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) juga terlihat dari minimnya data. "Data yang dimiliki masing-masing organ berbeda-beda. BNPT menyebut ada sekian WNI yang bergabung dengan ISIS, polisi tidak bisa memastikan tetapi memperkirakan sekian orang, belum lagi dari BIN," tuturnya. Karena itu, Hasib mengatakan isu merebaknya paham dan ideologi ISIS di Indonesia seharusnya menjadi momentum bagi organ-organ keamanan untuk saling bersinergi dalam menangani radikalisme dan terorisme. (*)
Pengamat: Penanganan Paham ISIS Kurang Sinergis
Kamis, 26 Maret 2015 15:04 WIB