Petani Mojokerto Panen Raya Jagung 7,97 Ton
Selasa, 4 November 2014 16:01 WIB
Mojokerto (Antara Jatim) - Para petani di Mojokerto yang menjalin kemitraan dengan WEF - PISAgro berhasil panen raya jagung sebanyak 7,97 ton per hektare atau meningkat satu ton dibandingkan pencapaian pada tahun lalu.
"Kami bangga melalui program Kemitraan Pertanian Berkelanjutan Indonesia bisa menghasilkan lebih banyak jagung di lahan ini. Bahkan memberi banyak manfaat bagi keluarga terutama dari sisi pendapatan bisa mencapai Rp2,9 juta per hektare," kata seorang petani jagung di Desa Jrambe - Mojokerto, Priyanto, saat Panen Raya Jagung Pertama Proyek Kemitraan World Economic Forum - PISAgro, di Mojokerto, Selasa.
Ia mengungkapkan, merasa bangga bisa menjadi petani binaan dari perusahaan seperti Monsanto Indonesia, Cargill, dan Bank BRI. Melalui kolaborasi tersebut pihaknya mendapatkan manfaat dan pelatihan praktek pertanian yang baik.
"Kami harap hasil ini bisa lebih terjamin dan pendapatan keluarga semakin meningkat," ujarnya.
Pada kesempatan itu, Asisten II Bidang Ekonomi Pembangunan Pemprov Jatim, Hadi Prasetyo, menyatakan, proyek percontohan itu sudah diterapkan sejak Juni 2014 di Desa Jrambe, Mojokerto. Kerja sama itu dilakukan antara PISAgro, Monsanto Indonesia, Cargill, dan BRI dengan petani kecil di lahan seluas 50-an hektare.
"Proyek ini diadakan bersama dengan Pemprov Jatim," katanya.
Ketiga perusahaan itu, tambah dia, sepakat mengembangkan model bisnis dengan petani kecil di mana mereka dapat menyediakan jagung langsung ke dalam rantai pasokan industri. Kemudian petani dibantu secara maksimal sehingga kuantitas dan kualitas hasil panen mereka memenuhi standar industri.
"Kami yakin hal itu semakin memantapkan posisi Jatim sebagai produsen jagung terbesar di Indonesia," katanya.
Sampai sekarang, sebut dia, Jatim mencatatkan angka produksi 5,74 juta ton jagung per tahun. Jumlah itu menyumbang 31 persen dari total produksi jagung nasional.
"Kami sangat mengapresiasi komitmen Monsanto, Cargill, dan BRI untuk memberikan solusi ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan di Indonesia sehingga Jatim menjadi pelopor model bisnis inovatif," katanya.
Kerja sama itu, katanya, sekaligus membantu petani di Jatim karena umumnya mereka tidak menguasai pasar dan pola pemikirannya masih konvensional. Meski demikian, Pemprov Jatim tidak bisa memaksa mereka supaya mengubah perilakunya dengan menerapkan bisnis manajemen yang akuntabel.
"Buat apa mereka berbisnis kalau rugi, setidaknya ketika market captive sudah jadi akan terealisasi spesifikasi pasar misal pasar meminta varian jagung yang begini dan petani harus siap memenuhinya. Untuk itu, mereka harus didukung lembaga menunjang pola good agriculture hingga good handling yang baik supaya harga komoditas hasil pertanian tidak turun," katanya.(*)