Seni Membatik Masuk Kurikulum SMP Tulungagung
Kamis, 2 Oktober 2014 15:47 WIB
Tulungagung (Antara Jatim) - Seni membatik telah menjadi materi pelajaran wajib dan masuk kurikulum pengajaran/pendidikan di SMP Negeri 3 Tulungagung, Jawa Timur sejak empat tahun terakhir.
"Kami mengadopsi materi kesenian batik tulis kepada para siswa karena tren populasi perajinnya yang terus menurun," kata Gurun Seni Budaya, Anam Wahyudiono di sela kegiatan praktikum membatik di salah satu ruang kelas VII SMPN 3 Tulungagung, Kamis.
Ia mengaku tidak memiliki target muluk dengan dimasukkannya materi pelajaran batik tulis dalam kurikulum pendidikan di sekolahnya.
Selain memang memiliki pengetahuan tentang kerajinan membatik untuk diajarkan pada siswa didik di sekolah, Anam mengatakan pihaknya sementara hanya ingin memperkenalkan warisan seni budaya daerah dan menjadi ikon produk nasional tersebut.
"Kebetulan dalam kurikulum 2013 ini sudah dimasukkan pula materi batik tulis sebagai salah satu kesenian bermuatan lokal. Tapi SMPN 3 Tulungagung sebenarnya telah memasukkan studi ini sebagai materi pelajaran kesenian yang wajib diikuti seluruh siswa," terangnya.
Namun memang tidak semua kelas mendapat pelajaran membatik. Sebagaimana kurikulum yang telah disusun dan diadopsi pihak sekolah, pelajaran seni batik tulis hanya diberikan kepada siswa kelas VII, selama kurun dua semester.
"Semester pertama pelajarannya adalah membuat sketsa aneka motif batik di, baik dengan mencontoh motif yang diberikan di sekolah ataupun melalui kreasi sendiri. Baru semester dua kami berikan praktikum membatik tulis secara berkelompok ataupun perorangan," terang Wakil Kepala SMPN 3 Tulungagung bidang Kurikulum, Ahmad Syaiku.
Sekalipun materi pelajaran seni batik tulis masih tergolong baru dan belum banyak diadopsi sekolah lain, di SMPN 3 Tulungagung animo siswa justru tinggi.
Dua siswi kelas IX yang ditunjuk pihak sekolah untuk mempraktikkan kemampuan membatik di hadapan sejumlah wartawan bahkan mengaku senang tiap kali diberi kesempatan melukis aneka motif batik di atas kain polos yang disediakan pihak sekolah.
"Ya kami senang karena banyak tahu tentang ilmu membatik, berlatih untuk sabar, telaten, dan semangat kebersamaan saat praktikum dilakukan secara berkelompok," tutur Fira Adiniar (15), siswi kelas IX.
Hal senada dikemukakan Fransiska Milenia (14), rekan sekelas Fira Adiniar.
Fransiska mengatakan, pelajaran seni batik tulis telah membantu para siswa mengenali warisan budaya bangsa, berikut aneka motif serta makna yang terkandung di dalamnya.
Lebih dari itu, kata dia, pelajaran yang mengadopsi muatan lokal seperti batik tulis telah mendorong kecintaan mereka terhadap produk batik khas daerah setempat, seperti barong gung, gajah mada, satria manah dan aneka motif tradisional daerah masing-masing. (*)