Korban Tragedi 27 Juli 1996 Dukung Prabowo-Hatta
Sabtu, 5 Juli 2014 22:33 WIB
Oleh Aat Surya Safaat
Jakarta (Antara) - Para korban tragedi berdarah 27 Juli 1996 yang tergabung dalam Gerakan Pemuda 27 Juli 1996 (GP-27 Juli '96) menyatakan siap memenangkan pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 9 Juli 2014.
Ketua Umum GP-27 Juli '96 Agus Siswantoro kepada pers di Jakarta, Sabtu, mengemukakan bahwa dukungan para korban tragedi kerusuhan berdarah 27 Juli (Kudatuli) 1996 beserta keluarganya kepada Prabowo-Hatta adalah karena alasan rasional dan politis.
Alasan rasional, kata Agus, karena pasangan Prabowo-Hatta adalah figur yang tegas, cerdas, dan memiliki nasionalisme yang tinggi sehingga akan mampu melindungi dan mengelola kekayaan alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun alasan politis adalah karena para korban tragedi berdarah 27 Juli 1996 beserta keluarganya masing-masing merasa kecewa terhadap pihak Megawati Soekarnoputri.
"Tragedi berdarah yang menimpa kami 18 tahun lalu ternyata dijadikan komoditas politik oleh elite partai kami ketika itu, termasuk yang terhormat Ibu Megawati Soekarnoputri," kata Agus Siswantoro.
Ia menyesalkan terjadinya pembiaran pada tragedi 27 Juli 1996 yang mengakibatkan jatuhnya sejumlah korban jiwa di kalangan para kader PDI yang waktu itu menjaga kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat dengan penuh ikhlas dan loyalitas tinggi.
Tragedi 27 Juli 1996, menurut dia, sejatinya telah "dijual" dan "dibarter" oleh para elite partai untuk kepentingan politik pada Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat (SU MPR) 1996.
"Sampai sekarang pun pihak Ibu Mega belum secara serius dan bersungguh-sungguh untuk menuntaskan kasus tersebut. Itu pula sebabnya kami akhirnya semakin mantap mendukung pasangan Prabowo-Hatta," kata Agus Siswantoro.
Seperti diketahui, Kudatuli merupakan peristiwa Sabtu kelabu (karena memang kejadian tersebut terjadi pada hari Sabtu), yakni peristiwa pengambilalihan secara paksa Kantor DPP Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat yang saat itu dikuasai pendukung Megawati Soekarnoputri.
Penyerbuan dilakukan oleh massa pendukung Soerjadi (Ketua Umum versi Kongres PDI di Medan). Peristiwa yang memakan sejumlah korban jiwa ini meluas menjadi kerusuhan di beberapa wilayah di Jakarta, khususnya di kawasan Jalan Diponegoro, Salemba, Kramat, Jakarta Pusat. Beberapa kendaraan dan gedung terbakar. (*)