Dirjen Dikti Larang Dosen Ber-NIDN "Mendua"
Rabu, 16 April 2014 19:46 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Dirjen Dikti Kemdikbud Prof Dr Djoko Santoso MSc melarang dosen yang ber-NIDN (nomer induk dosen nasional) untuk "mendua" dengan menjadi dosen tetap pada universitas lain.
"Kami akan mengatur NIDN itu milik satu orang, sehingga dosen ber-NIDN tidak akan bisa tercatat sebagai dosen tetap pada universitas lain," katanya di Surabaya, Rabu.
Di sela-sela peluncuran "webinar" (seminar berbasis web) dan peresmian pusat kajian hukum ASEAN di Universitas Narotama Surabaya, ia mengatakan NIDN saat ini sudah dimiliki 150.000-an dosen.
"Dari jumlah itu, dosen PTS ber-NIDN justru lebih banyak daripada dosen PTN, karena ada 80.000-an dosen PTS ber-NIDN dan sisanya dosen PTN," katanya.
Namun, pihaknya akan mengatur bahwa NIDN itu milik satu dosen, sehingga PTS akan maju, karena memiliki dosen tetap yang betul-betul tetap.
"Tentu saja, kami berharap dosen yang sudah ber-NIDN itu 'diopeni' (dirawat) dengan diberi gaji lebih besar daripada lainnya," katanya, didampingi Rektor Universitas Narotama Hj Rr Iswachyu Dhaniarti DS ST M.HP.
Selain itu, pemerintah juga memberi perhatian, sebab dosen ber-NIDN akan menerima beberapa fasilitas, seperti tunjangan profesi, beasiswa Ditjen Dikti untuk studi di dalam dan luar negeri, serta hibah kompetitif untuk penelitian dan pengabdian masyarakat.
"Saya kira Universitas Narotama sudah bagus dalam tata kelola sarana fisik dan keuangan, karena itu tinggal tata kelola sumberdaya manusia yang perlu peningkatan menjadi baik terus menerus," katanya.
Dalam kesempatan itu, Ketua Yayasan Universitas Narotama HR Djoko Soemadijo menegaskan bahwa 80 persen dari 100 dosen Universitas Narotama sudah memiliki NIDN.
"Karena itu, kami senang kalau Dirjen Dikti mengatur satu NIDN untuk satu universitas, sehingga PTS akan berkembang untuk maju, karena 'home base' seorang dosen akan tetap," katanya.
Namun, ia mempersilakan dosen Universitas Narotama untuk mengajar pada universitas lain dengan izin rektor, namun NIDN yang bersangkutan tetap pada Universitas Narotama.
"Tentu kami akan memperhatikan kesejahteraan mereka, tapi kami berharap ada aspek keadilan dari pemerintah, sehingga dukungan kepada PTS yang jumlahnya ribuan harus lebih besar dibandingkan dengan PTN yang jumlahnya puluhan," katanya.
"Webinar" yang diluncurkan merupakan seminar berbasis web itu dirancang dari "open source" temuan dosen setempat. Hingga kini, Universitas Narotama tercatat sebagai PTS berbasis IT dalam manajemen yang menjadi rujukan universitas lain, sedangkan Pusat Kajian Hukum ASEAN yang diresmikan merupakan pusat kajian HAM dan konstitusi ASEAN menyongsong Komunitas ASEAN 2015. (*)