Surabaya (Antara Jatim) - Enam Guru Besar di Surabaya yakni Prof Daniel M Rosyid (ITS), Prof Sam Abede Pareno (Unitomo), Prof Mardji (UM), Prof Nurhasan (Unesa), Prof Priyo Handoko (UIN Sunan Ampel/Unsuri), dan Prof Gempur Santoso (PGRI Adi Buana) mendukung munculnya calon presiden yang visioner tapi Pancasilais. "Selama ini, kita selalu mengikuti arah angin, kita pernah ke sosialis dan sekarang ke kapitalis, padahal kita seharusnya tetap pada khittah, karena itu kita boleh saja menjadi visioner dan modern, tapi kita butuh pemimpin visioner yang Pancasilais," kata Guru Besar Universitas dr Soetomo (Unitomo) Surabaya Prof Sam Abede Pareno di Surabaya, Minggu. Dalam Forum Guru Besar bertajuk "Mengonstruksi Masa Depan Indonesia" di Rumah Dahlan Iskan (RDI) Jawa Timur, Guru Besar Ilmu Komunikasi Unitomo itu menjelaskan revolusi di Indonesia sejak Orde Lama hingga Orde Baru itu digerakkan tokoh-tokoh lintas ideologi, karena itu ideologi yang bertarung saat ini adalah politik (demokrasi), ekonomi (pertumbuhan), dan hukum (HAM). "Saya kira semuanya harus dikembalikan kepada Pancasila agar kita mempunyai model demokrasi, model pertumbuhan ekonomi, dan model hukum yang sesuai dengan jatidiri," katanya dalam diskusi yang dipandu Prof Gempur Santoso selaku Ketua RDI Jawa Timur yang juga Sekretaris Dewan Pendidikan Jatim itu. Senada dengan itu, Guru Besar ITS Prof Daniel M Rosyid menyatakan Indonesia saat ini mengalami kerusakan lingkungan dan kesenjangan ekonomi yang cukup berbahaya akibat menjauhi ideologi Pancasila dan masuk dalam ideologi kapitalis yang mengelu-elukan pertumbuhan ekonomi. "Buktinya kita memprioritaskan industrialisasi dalam perekonomian dan sistem sekolah dalam pendidikan, sehingga kita hanya mengejar pertumbuhan ekonomi secara cepat, karena itu kita harus kembali kepada Pancasila yang mementingkan pemerataan dalam ekonomi dan keadilan dalam pendidikan," katanya. Guru Besar Kelautan ITS menjelaskan pemerataan itu harus melihat kondisi laut dibandingkan dengan darat, harus melihat desa dibandingkan dengan kota atau kita besar, harus melihat pendidikan bagi anak-anak miskin yang tidak mampu sama sekali, dan semacam itu. "Modernitas itu bukan identik dengan kaya atau punya mobil, tapi sikap adil pada siapapun," katanya. Solusi untuk kembali kepada Pancasila juga ditawarkan Guru Besar Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Prof Nurhasan M.Kes yang kini menjadi salah satu calon rektor Unesa 2013-2019. "Ibaratnya, saya pakai baju batik tapi pakai celana jeans. Artinya, kita bisa saja berpikir global dan visioner, tapi kita tetap harus berpijak pada tubuh yang lokal atau bervisi Pancasila. Misalnya, kalau kita kembali ke Pancasila, saya kita tidak akan ada korupsi, karena kita tidak berpikir invidualis lagi, tapi memikirkan masyarakat dan negara kita," katanya. Hal itu juga dibenarkan Prof Priyo Handoko yang merupakan Guru Besar Syariah (Ilmu Hukum Islam) UIN Sunan Ampel Surabaya. "Selama ini kita hanya mengakui Pancasila dalam pemikiran, tapi dalam aplikasi justru bertentangan. Misalnya, UU Energi kita sudah Pancasilais, tapi peraturan turunannya dan aplikasi di lapangan justru tidak Pancasilais," katanya. Pandangan serupa juga diungkapkan Prof Mardji M.Kes yang merupakan Guru Besar Ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Universitas Negeri Malang (UM). "Kita butuh pemimpin yang visioner tapi Pancasilais, karena kita menghadapi tiga tantangan yakni desentralisasi yang justru melahirkan pemimpin yang tidak memakmurkan daerah, demokrasi yang dibajak politisi yang tidak negarawan, dan pendidikan yang tidak melahirkan pemimpin teladan," katanya. (*)
Guru Besar Jatim Dukung Capres Visioner tapi Pancasilais
Minggu, 23 Maret 2014 15:05 WIB
