Intiland Mulai Pembangunan Superblok "Praxis" di Surabaya
Kamis, 20 Maret 2014 18:00 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Perusahaan pengembang PT Intiland Development Tbk memulai pengerjaan proyek pembangunan properti superblok di Kota Surabaya, menyusul semakin prospektifnya kebutuhan gedung perkantoran dan apartemen dalam beberapa tahun ke depan.
Wakil Presiden Direktur dan Chief Operating Officer PT Intiland Development Sinarto Darmawan kepada wartawan di Surabaya, Kamis, mengatakan pihaknya tidak ingin kehilangan momentum, karena tren perekonomian di Surabaya dan Jawa Timur terus menggeliat.
"Investasi yang masuk ke Jatim terus meningkat dan itu berarti perekonomian akan terus tumbuh, termasuk di Surabaya yang menjadi pusat kegiatan ekonomi dan bisnis," katanya usai pencanangan dimulainya pembangunan superblok "Praxis".
Badan Pusat Statistik mencatat pertumbuhan ekonomi Jatim pada 2013 mencapai 7,12 persen dengan total produk domestik regional bruto (PDRB) atas harga dasar berlaku sebesar Rp1,136,3 triliun.
Sekitar 31,33 persen struktur perekonomian Jatim ditopang tiga sektor utama, yaitu perdagangan, hotel dan restoran. Diikuti sektor industri pengolahan 26,60 persen dan pertanian 14,91 persen.
Menurut Sinarto, meningkatnya kebutuhan terhadap gedung perkantoran dan apartemen itu juga dibarengi dengan kenaikan harga jual produk properti dalam setahun terakhir.
Didampingi Direktur Pemasaran Intiland Harto Laksono, ia mengungkapkan harga jual apartemen di pusat kota Surabaya saat ini mencapai Rp32 juta permeter persegi, sementara pertengahan 2013 masih sekitar Rp22 juta permeter persegi.
"Sampai saat ini, sekitar 60 persen dari total 316 unit apartemen di superblok Praxis sudah terjual, begitu juga dengan unit perkantoran. Artinya, sebagian konsumsen lebih memilih berinvestasi sekarang, karena ke depan harga semakin melambung," tambah Sinarto.
Ia menambahkan pihaknya menginvestasikan dana sekitar Rp600 miliar untuk pembangunan gedung dengan konsep multifungsi yang dilengkapi apartemen, perkantoran, hotel, dan tempat hiburan di atas lahan seluas 1,1 hektare.
"Kalau semuanya lancar sesuai rencana, proyek ini kami targetkan selesai pada 2016 dan tahun berikutnya sudah bisa dioperasionalkan. Investasinya naik 15 persen dari rencana awal, karena inflasi yang tidak bisa dihindari," ujarnya.
Secara global, lanjut Sinarto, para pengembang properti kini lebih memilih menggunakan konsep "mixed use" atau multifungsi dalam pembangunan sebuah proyek gedung, karena semakin pesatnya perkembangan kota, terutama lahan yang makin terbatas.
"Selain itu, konsep mixed use juga memberikan nilai tambah dalam menggaet pasar. Pembeli atau pengguna bangunan akan semakin diuntungkan dengan efisiensi waktu dan biaya operasional," tambah Harto Laksono.
Ia menambahkan masyarakat perkotaan seperti Surabaya membutuhkan solusi praktis untuk melakukan semua kegiatan dan aktivitas secara efisien dalam satu kawasan. (*)