Pemkab Banyuwangi Fokus Tuntaskan Pemberantasan Buta Huruf
Jumat, 14 Maret 2014 13:40 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Pemerintah Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, fokus menuntaskan pemberantasan buta huruf dan anak putus sekolah sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas ketika dihubungi di Banyuwangi, Jumat, mengatakan pihaknya telah membentuk tim khusus pemburu buta huruf dan anak putus sekolah yang melibatkan sejumlah instansi dan masyarakat, mulai Dinas Pendidikan, camat, tenaga pendidik, relawan, hingga ketua RT/RW.
Pembentukan tim tersebut tertuang dalam Peraturan Bupati nomor 4 Tahun 2014 tentang Gerakan Masyarakat Pemberantasan Tributa (membaca, menulis dan berhitung) dan Pengangkatan Murid Putus Sekolah (Gempita Perpus).
"Tim ini bergerak masif sejak dua pekan lalu, menyisir wilayah-wilayah perdesaan sampai ke daerah perkebunan. Kami targetkan dua bulan lagi atau pada peringatan Hari Pendidikan Nasional 2 Mei 2014, Banyuwangi sudah bebas buta aksara," katanya.
Menurut Anas, dari sekitar 1,6 juta jiwa penduduk Banyuwangi, masih ada sedikitnya 47.335 jiwa yang buta aksara dengan kisaran usia 15-59 tahun.
Bupati menambahkan pihaknya merancang satu pendidik bisa mengentaskan 10-20 warga yang masih buta aksara.
"Belajarnya bisa di musala, rumah warga, balai desa, gardu poskamling atau tempat-tempat publik lainnya. Belajarnya juga tidak dipungut biaya atau gratis," ujarnya.
Adapun tim pemburu anak putus sekolah digerakkan untuk mencari dan menyelesaikan pendidikan anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah.
Saat ini, di Kabupaten Banyuwangi sudah ada sejumlah program untuk pendidikan anak-anak tersebut, yakni Banyuwangi Cerdas, Banyuwangi Belajar dan Gerakan Siswa Asuh Sebaya.
Bahkan, lanjut bupati, pemkab telah merilis Kartu Banyuwangi Cerdas dan Kartu Banyuwangi Belajar yang menjamin pemegang kartu bisa mengakses pendidikan hingga perguruan tinggi dengan beasiswa dari pemerintah daerah.
Sedangkan Siswa Asuh Sebaya adalah gerakan inisiatif dan sukarela siswa dari keluarga mampu yang menggalang dana untuk membiayai siswa dari keluarga kurang mampu.
"Anak putus sekolah penyebabnya ada beberapa faktor dan tidak semua karena masalah ekonomi," katanya.
Anas menambahkan dari tahun ke tahun, angka putus sekolah di daerahnya terus menurun, baik tingkat SD/MI, SMP/MTs maupun SMA/SMK/MA.
Untuk tingkat SD/MI, angka putus sekolah menurun dari 0,05 persen pada 2011 menjadi 0,03 persen pada 2013. Kemudian tingkat SMP/MTs dari 0,48 persen menjadi 0,42 persen, dan SMA/SMK/MA dari 1,01 persen turun menjadi 0,83 persen. (*)