Trenggalek (Antara Jatim) - Kejaksaan Tinggi Jawa Timur akhirnya mengambil alih penanganan dan penyelidikan kasus penyertaan modal kas daerah (kasda) Kabupaten Trenggalek di Bank Jatim senilai Rp16 miliar. Hal itu disampaikan Kepala Kejaksaan Negeri Trenggalek Adianto, Jumat, dengan alasan nilai kasusnya di atas Rp5 miliar. "Aturan internal kami, diatas Rp5 miliar, diambil alih Kejati," ucapnya. Dijelaskan Adianto, terkait kasus penyertaan modal ke Bank Jatim, Kejaksaan Negeri Trenggalek sudah melakukan kajian internal. Namun, setelah dikonsultasikan ke Kejati Jatim, akhirnya diputuskan untuk berbagi tugas penanganan dengan mengacu aturan internal yang berlaku di korps adyaksa tersebut. Tidak ada penjelasan menyangkut perkembangan penanganan di tingkat kejaksaan tinggi. Adianto berdalih lembaga yang dipimpinnya sudah tidak memiliki kewenangan mengurusi masalah tersebut. "Silahkan konfirmasi langsung ke Kejati (Jatim)," ujarnya. Sebelumnya, pimpinan pansus penyertaan modal Bank Jatim menilai dugaan pelanggaran aturan penyertaan modal senilai Rp16 miliar ke Bank Jatim pada tahun anggaran 2013, oleh pihak eksekutif serta pimpinan dewan. Eksekutif dinilai salah karena sebagai pelaksana lapangan "ceroboh" memasukkan dana kasda sebesar Rp16 miliar sebagai dana penyertaan modal di Bank Jatim, padahal regulasi atau payung hukum (perda) belum dibuat/tetapkan. Rencana penyertaan modal senilai Rp16 miliar ke Bank Jatim memang telah masuk dalam rencana pengunaan APBD, melalui KUA PPAS, di mana pengucuran dana tersebut akan dilakukan pada APBD-Perubahan pada sekitar bulan September 2013. Namun, belum sempat perda selesai dibahas di tingkat pansus, uang Rp16 miliar keburu dikucurkan BPKAD ke Bank Jatim sekitar bulan Maret 2013. Menurut Husni, sesuai aturan pemerintah daerah diperbolehkan mengambil kebijakan penyertaan modal ke pihak bank daerah, selama kondisi keuangan daerah dalam kondisi surplus. Artinya, dari perhitungan pendapatan lebih besar daripada pengeluaran. Hanya saja, khusus untuk penyertaan modal surplus harus berasal dari pendapatan lain-lain yang masuk dalam pos tak terduga. Masalahnya kemudian, ternyata dalam realisasinya deviden yang diterimakan Bank Jatim tidak sesuai tawaran awal sebesar 47 persen (sekitar Rp7 miliar), melainkan hanya sebesar 23 persen atau Rp3,4 miliar per tahun. Pimpinan dewan diduga terlibat dalam penyalahgunaan wewenang ini karena diduga kebijakan pengucuran dana mendahului APBD-P 2013 tersebut diduga mendapat persetujuan pimpinan DPRD setempat.(*)
Kejati Jatim Ambil Alih Kasus Penyertaan Modal Trenggalek
Jumat, 28 Februari 2014 16:41 WIB