MCW: Penanganan Kasus Korupsi RSUD Banyak Kejanggalan
Rabu, 12 Februari 2014 10:28 WIB
Malang (Antara Jatim) - Malang Corruption Watch menilai penanganan kasus dugaan korupsi pembelian lahan untuk perluasan Rumah Sakit Umum Daerah milik Pemkot Malang oleh Kejaksaan Negeri setempat banyak kejanggalan.
Dewan Pengurus Malang Corruption Watch (MCW) Lutfi J Kurniawan, Rabu, mengatakan ada empat kejanggalan yang sangat mencolok dalam penanganan kasus dugaan korupsi Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tersebut.
"Karena adanya kejanggalan-kejanggalan ini, kami akan melaporkan kenerja Kejaksaan Negeri (Kejari) Malang ke Kejaksaan tinggi (Kejati) Jatim dan Kejaksaan Agung (Kejagung) serta Komisi Kejaksaan," kata Lutfi.
Empat kejanggalan yang ditemukan MCW dalam proses pengusutan dugaan korupsi RSUD Kota Malang itu adalah pertama, kejaksaan salah dalam mengawali proses pengusutan, kedua, kejaksaan juga kurang jeli dalam menganalisa besarnya selisih harga lahan.
Sementara kejanggalan ketiga adalah Kejaksaan tidak mengorek dari dimulainya peran aprraisal serta kejanggalan keempat adalah kurang jelinya kejaksaan terhadap harga jual lahan yang telah ditetapkan tim aprraisal. Kejaksaan percaya begitu saja terhadap yang telah ditetapkan tim appraisal.
Padahal, lanjut Lutfi, kalau kejaksaan benar-benar ingin mengungkap kasus tersebut, kejaksaan bisa menggunakan tim appraisal pembanding untuk mengetahui apakah harga pembebasan lahan yang selisih Rp1 juta per meter persegi itu wajar atau tidak.
Sebab, harga tanah sesuai nilai jual objek pajak (NJOP) di kawasan Bumiayu atau lokasi berdirinya bangunan RSUD hanya Rp700 ribu per meter persegi, namun oleh Pemkot Malang dibeli dengan harga Rp1,7 juta per meter persegi. Sehingga, ada indikasi korupsi dengan cara menggelembungkan harga jual tanah.
Lebih lanjut Lutfi mengatakan berdasarkan hasil penelusuran MCW, kronologis penjualan tanah versi pemilik pertama, yakni Yohannes, berbeda dengan kejaksaan. Menurut Yohannes, banyak keterangan kejaksaan yang tidak sama dengan fakta yang dialaminya, bahkan keterangan yang telah diberikan pada kejaksaan.
"Proses penanganan kasus RSUD yang penuh kejanggalan tersebut juga diperparah dengan penghentian penyelidikan terhadap proses hukum kasus tersebut, kenapa tidak dinaikkan ke tingkat penyidikan, tapi justru dihentikan. Ada apa ini," ujarnya.
Bangunan awal RSUD Kota Malang di atas lahan seluas 6.000 meter persegi tersebut dinilai kurang luas, sehingga pemkot setempat harus membebaskan lahan milik warga seluas 4.300 meter persegi untuk memperluas area RSUD.
Hanya saja, harga lahan yang dibeli Pemkot Malang jauh di atas harga NJOP, bahkan selisihnya hingga mencapai Rp1 juta per meter persegi. Dari Rp700 ribu per meter persegi menjadi Rp1,7 juta per meter persegi.
Dalam proses penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan lahan RSUD tersebut Kejari telah memanggil sejumlah pejabat di lingkungan Pemkot Malang untuk dimintai keterangan.
Sejumlah pejabat yang dimintai keterangan itu adalah mantan Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Supranoto, Sekkota Malang M Sofwan, mantan Wali Kota Malang Peni Suparto serta Ketua Komisi A DPRD Kota Malang Arif Wahyudi.
Berdasarkan keterangan para pejabat tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kota Malang Munasim berkesimpulan jika proses pengadaan dan pembelian lahan RSUD tidak menyalahi prosedur, sehingga proses penyelidikannya dihentikan.(*)