Malang (Antara Jatim) -Malang Corruption Watch (MCW) selama kurun waktu Januari hingga Juni 2017, menerima 42 pengaduan tertulis dari masyarakat Kota Malang terkait pelayanan kesehatan di wilayah itu.
Badan Pekerja MCW Bayu Diktiarsa di Malang, Selasa, menilai banyaknya pengaduan yang masuk ke MCW akibat pelayanan kesehatan yang kurang optimal itu merupakan salah satu imbas dari tidak terpenuhinya anggaran untuk pos kesehatan yang seharusnya minimal 10 persen dari APBD setempat.
"Tidak terpenuhinya porsi anggaran ini menjadi salah satu penyebab munculnya permasalahan dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Pengaduan warga terkait layanan kesehatan ini lebih banyak dibandingkan dengan sektor lain, seperti pendidikan dan infrastruktur," ujarnya.
Ia mengemukakan jenis keluhan yang disampaikan warga cukup beragam, seperti diskriminasi fasilitas terhadap peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan di rumah sakit, terutama alasan kamar penuh.
Penuhnya kamar tersebut membuat pasien peserta BPJS harus naik kelas perawatan, sehingga ada tambahan biaya di beberapa unit rumah sakit. Selain itu, minimnya fasilitas, media informasi, dan operasional puskesmas di Kota Malang menjadi keluhan warga.
Berdasarkan analisis MCW, pada tahun 2017, alokasi anggaran untuk layanan kesehatan arga Kota Malang hanya sekitar tujuh persen dari APBD sebesar sebesar Rp1,814 triliun. Tahun ini anggaran belanja langsung Dinas Kesehatan hanya sekitar Rp120,5 miliar.
Seharusnya, kata Bayu, anggaran utnuk pos kesehatan mencapai Rp181 miliar, sehingga masih ada kekurangan sekitar Rp55 miliar."Selama empat tahun terakhir ini anggaran untuk pos kesehatan tidak pernah mencapai tujuh persen dari APBD," ujarnya.
Sementara itu, lanjutnya, informasi mengenai aturan jaminan kesehatan yang tidak menyeluruh menyebabkan peserta tidak mengetahui besaran denda, jenis penyakit, dan jenis obat–obatan yang ditanggung an tidak ditanggung oleh BPJS, serta masih adanya data ganda penerima PBI-KIS di beberapa kelurahan di Kota Malang.
"Adanya data ganda ini mengakibatkan bocornya anggaran untuk penerima Kartu Indonesia Sehat (KIS) maupun Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dikover APBD. Oleh karena itu, kami minta Dinas Kesehatan dan Komisi D DPRD menambah alokasi anggaran kesehatan hingga mendekati Rp55 miliar," katanya.
Tambahan anggaran itu nanti, lanjutnya, bisa digunakan untuk menambah program peningkatan beberapa pos, seperti operasional puskesmas, promosi kesehatan, pelayanan kesehatan rujukan seperti SPM dan PBI-APBD, dan pengelolaan obat yang anggarannya masih minim.
Menurut dia, besaran anggaran kesehatan di Kota Malang yang diplot beberapa tahun terakhir ini tidak sesuai amanat UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. "Dalam aturan itu, khususnya pasal 171 ayat (2) disebutkan bahwa besarnya anggaran kesehatan pemerintah daerah provinsi, kabupaten/kota dialokasikan minimal 10 persen dari total APBD di luar gaji," terangnya.(*)