Oleh Yuni Arisandy Hasil survei nasional dari Lembaga Survei Charta Politika mencatat gejala personalisasi atau kecenderungan pemilih untuk memilih suatu partai politik karena melihat sosok politisi tertentu, akan menguat pada Pemilu 2014. "Temuan utama dari survei kami adalah menguatnya gejala personalisasi, atau yang kami sebut dengan gejala 'demokrasi kultus' di tingkat partai politik. Partai politik cenderung hanya menjadi 'fans club' pada Pemilu 2014," ucap Direktur Eksekutif Charta Politika Jakarta, Yunarto Wijaya. Dalam diskusi politik bertema "Meneropong Pemilu 2014 Melalui Survei" di Jakarta (23/12), ia menyebut gejala personalisasi atau "demokrasi kultus" itu tampak pada menguatnya peran dan pengaruh tokoh-tokoh kunci partai politik. "Untuk melihat bagaimana fenomena 'demokrasi kultus' ini, kami menelusurinya melalui alasan dan pertimbangan masyarakat dalam memilih pada Pemilu 2014 nanti," ujarnya. Pada hasil survei tersebut, kata dia, ditemukan bahwa 38,1 persen responden yang mengaku memilih PDI Perjuangan saat survei dilakukan menyatakan memilih PDI-P karena tertarik dengan figur Joko Widodo. Selanjutnya, hasil survei pun menunjukkan 55,4 persen responden yang memilih Partai Gerindra mengaku memilih partai tersebut karena tertarik dengan figur Prabowo Subianto. "Sementara itu, 42 persen responden pemilih Hanura mengaku memilih partai itu karena tertarik dengan figur Wiranto," ungkapnya. "Lalu, 51 persen pemilih Partai Nasdem mengaku memilih partai tersebut karena tertarik dengan Surya Paloh," lanjutnya. Ia pun mengungkapkan, saat survei dilakukan, PDI Perjuangan berhasil menempati posisi teratas dengan angka elektabilitas sebesar 15,8 persen, disusul Partai Golkar pada posisi kedua dengan 12,6 persen, lalu Partai Gerindra 7,8 persen. Yunarto menilai pada batas tertentu gejala personalisasi pada Pemilu 2014 itu cukup mengkhawatirkan karena akan menyulitkan proses penguatan pelembagaan partai politik. Charta Politika melakukan survei opini publik skala nasional pada 28 November - 6 Desember 2013 melalui wawancara tatap muka (face to face interview). Populasi survei adalah seluruh WNI yang telah mempunyai hak pilih dalam pemilu atau telah berusia 17 tahun ke atas ketika survei dilakukan. Sampel dipilih sepenuhnya secara acak dengan menggunakan metode penarikan sampel acak bertingkat (multistage random sampling), dengan tetap memperhatikan karakter pemilih dan proporsi antara jumlah sampel dengan jumlah pemilih di setiap provinsi. (*)
Yunanto Wijaya: Gejala Personalisasi Menguat pada Pemilu 2014
Jumat, 27 Desember 2013 10:47 WIB