Praktisi Anjurkan Ubah Aturan Biaya Pernikahan
Kamis, 5 Desember 2013 22:37 WIB
Kediri (Antara Jatim) - Praktisi hukum dari Universitas Islam Kadiri (Uniska) Kediri, Jawa Timur, Nur Baedah, menganjurkan agar Kementerian Agama mengubah aturan tentang biaya pernikahan.
Nur Baedah mengatakan, status mereka (pegawai KUA) adalah pns (pegawai negeri sipil) dan memang diatur dengan jam kerja, dan di sisi lain masyarakat jika menikahkan ada yang mengambil hari libur.
"Agar keinginan dari keluarga mempelai tercapai dan pegawai KUA tidak melanggar ketentuan hukum harus ada revisi," katanya dikonfirmasi, Kamis.
Ia mengatakan, revisi tentang aturan pernikahan itu harus diperjelas, di antaranya terkait biaya pernikahan serta biaya transportasi. Misalnya, dalam aturan di pengadilan memang terdapat aturan untuk biaya transportasi yang disesuaikan dengan radius jauh atau tidaknya tujuan, hal itu seharusnya juga tercantum dalam revisi dalam aturan biaya pernikahan oleh kementerian agama.
"Ini penting, agar sama-sama jelas dan supaya terjadi keseimbangan antara masyarakat dan pegawai sendiri," katanya.
Tentang aksi solidaritas yang dilakukan para penghulu pascadiprosesnya Kepala KUA Kecamatan Kota, Kediri, yang bernama Romli, sebagai tersangka dugaan kasus pungutan ilegal biaya pernikahan, ia mengatakan hal itu sah dilakukan.
Namun, ia berharap hal itu tidak sampai mengganggu kepentingan masyarakat yang hendak melakukan pernikahan. Pihaknya tetap menegaskan agar pemerintah melakukan revisi, agar terjadi keselarasan peraturan.
Kepala KUA Kecamatan Kota yang bernama Romli saat ini sedang menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Ia ditetapkan sebagai tersangka dugaan kasus pungutan ilegal biaya pernikahan.
Romli yang juga merupakan pejabat pencatat nikah diduga menerima aliran dana sebesar Rp50.000 untuk setiap pernikahan ditambah Rp10.000 per pernikahan dalam kapasitasnya sebagai Kepala KUA, dari pencatatan nikah antara Januari hingga Desember 2012.
Kasus Romli tersebut mengundang reaksi keras seluruh penghulu di Jawa Timur. Forum Komunikasi Kepala Kantor Urusan Agama (FKK-KUA) se-Jawa Timur menolak pernikahan di luar balai nikah KUA dengan dalih enggan dituduh menerima gratifikasi, sehingga pernikahan harus dilakukan di dalam kantor sesuai dengan jam kerja. (*)