Angin Puting Beliung Bukan Takdir
Senin, 4 November 2013 12:22 WIB
Surabaya (Antara Jatim) - Angin puting beliung yang sering datang mengancam pada setiap musim hujan bukanlah takdir, tapi merupakan pelajaran untuk melakukan langkah-langkah antisipasi, uacap pakar geologi dari ITS Surabaya Dr Amien Widodo.
"Kerusakan, kerugian dan korban sebenarnya sudah sering berjatuhan, tapi angin puting beliung masih tetap menjadi bencana, padahal kejadian ini sudah berulang kali. Hal itu terjadi karena masyarakat dan pemerintah masih menganggap bangunan atau pohon tumbang itu sebagai takdir, sudah kehendak Allah," katanya kepada Antara di Surabaya, Senin.
Ketua Pusat Studi Kebumian, Bencana, dan Perubahan Iklim (PSKBPI) ITS Surabaya itu menyatakan musim hujan hampir dipastikan selalu diikuti angin puting beliung yang selalu melanda seluruh wilayah Indonesia dan selalu diikuti robohnya rumah-rumah, pohon, papan reklame, bando, antena TV, bahkan atap SPBU.
"Kapan terjadinya angin memang sulit diprediksi, tapi suatu daerah yang pernah dilewati angin kencang hendaknya waspada dan siap siaga menyambut datangnya angin yang sama pada musim hujan berikutnya. Jadi, angin puting beliung itu bukan takdir, tapi pelajaran," tukasnya.
Ia menyebut pelajaran itu antara lain adanya tanda-tanda yang khas akan terjadinya angin puting beliung sebenarnya masih dapat dilihat secara kasatmata, seperti adanya awan "cumulus nimbus" (berwarna gelap) yang diikuti angin dingin, ada angin berputar (lesus), dan ada angin yang menjulur ke bawah.
"Dengan meneliti dari berbagai kejadian bencana angin itu, maka kita bisa melakukan pencegahan dan mitigasi untuk mengurangi risiko bencana angin puting beliung," tuturnya.
Menurut dia, ada juga petunjuk yang jelas saat angin menerjang yaitu tidak semua bangunan dan atau pohon roboh, ada bangunan dan pohon yang masih kokoh berdiri. "Itu mengindikasikan bahwa bangunan dan pohon yang roboh itu bermasalah," ucapnya.
Belajar dari pohon tumbang di Surabaya dan sekitarnya dalam beberapa tahun terakhir, katanya, peristiwa itu menunjukkan bahwa sebagian besar pohon tumbang karena diameter batang kurang dari 50 centimeter dan akar pohon lebih banyak tumbuh ke arah samping.
"Akar tumbuh ke samping ini karena empat penyebab, yakni karena pohon ditanam asal-asalan dan tidak dibuat lubang menembus lapisan tanah keras (sirtu/urugan) terlebih dahulu, sehingga akar tidak bisa menembus ke bawah," katanya.
Penyebab lainnya, karena pohon yang ditanam bukan biji tapi batang stek sehingga tidak punya akar tunjang, lalu karena akar tidak mau tumbuh ke bawah akibat air tanahnya dangkal dan asin, dan karena kondisi tanahnya sangat lunak saat tergenang air sehingga pohon tidak bisa tertumpu dengan baik.
"Ada beberapa kasus pohon tumbang dikarenakan pohon sudah tua yang ditandai dengan sudah tidak tumbuh lagi, keropos di bagian tengahnya dan batangnya mulai mengering serta sudah dimakan 'ngenget'. Juga dikarenakan rerimbunan daun atau kanopi pohon terlalu lebar," ungkapnya.
Untuk itu, pihak yang berwenang memelihara pohon hendaknya mulai melakukan pemeriksaan terhadap pohon, khususnya pohon yang ada di tempat umum yang membahayakan aktivitas manusia dan properti, seperti di pinggir jalan, di taman, di tempat parkir, di tempat wisata hutan, dan sebagainya. Lain halnya, kalau pohon itu ada di hutan yang tidak ada aktivitas manusia.
"Kalau sekiranya pohon yang diperiksa itu sudah tidak layak mestinya segera dirobohkan dan diganti yang baru. Jangan menunggu dirobohkan oleh angin, sehingga robohnya bisa membahayakan manusia dan aktivitasnya," ujarnya.
Selain itu, pihak yang berwenang terhadap papan reklame, bando, antena TV, SPBU, dan sebagainya juga sudah waktunya memeriksa mur bautnya, apakah masih kenceng, apakah sudah ada yang retak dan berkarat.
"Seandainya sudah tidak bisa diperbaiki sebaiknya dibongkar saja agar tidak roboh dan menimbulkan kerusakan serta jatuh korban," tandasnya.
Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar bangunan tegakan dan atau pohon juga harus aktif mengamati dan segera melaporkan ke pihak yang berwenang untuk segera ditindaklanjuti. "Kerja sama masyarakat sangat dibutuhkan, mengingat masyarakat ada di garda depan yang melihat langsung dan yang bisa terkena langsung," katanya.(*)