Surabaya (Antara Jatim) - Keberadaan kelompok penganut Syiah di Puger, Kabupaten Jember, Jawa Timur, adalah fakta yang tidak bisa dibantah. Namun, akar masalah dari kerusuhan massa di Pesantren Darus Sholihin di Puger, Jember, pada tanggal 11 September 2013, bukanlah konflik Sunni-Syiah. Fakta yang bisa membantah hal itu adalah rumah dari kelompok Sunni dan Syiah di Desa Puger Kulon dan Desa Puger Wetan di kawasan itu justru saling membaur. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi?. Agaknya, hal itulah yang ditanyakan Menteri Agama Suryadharma Ali dalam pertemuan dengan Kapolda Jatim Irjen Pol. Unggung Cahyono dengan di Mapolda Jatim, 14 September. "Penanganan kasus itu tetap saya percayakan ke daerah, tetapi saya sebagai pejabat pusat tetap harus tahu apa yang terjadi di daerah," katanya ketika dikonfirmasi Antara di Bandara Juanda Surabaya. Ia mengaku sudah mendapatkan laporan tentang kerusuhan antardesa di Kecamatan Puger, Jember itu, namun pihaknya ingin mendapatkan informasi langsung dari "pihak pertama" di lapangan, yakni Kapolda Jatim. "Dengan begitu, informasi yang saya dapatkan tidak akan bias karena ada yang bilang konflik itu konflik Sunni-Syiah, tetapi ada yang bilang Habib Ali itu bukan Syiah, tetapi dituduh Syiah," katanya. Menag mengaku informasi yang didapat justru menyebutkan bahwa penyebab dalam kerusuhan Puger itu tidak ada kaitan dengan agama sama sekali. Hal itu dibenarkan Kepala Kanwil Kemenag Jatim Drs. H. Sudjak, M.Ag. Ia menegaskan bahwa kerusuhan di Puger, Jember itu tidak ada kaitan dengan Sunni-Syiah seperti yang muncul di permukaan. "Itu masalah lama terkait dengan persaingan antartokoh karena masyarakat Sunni dan Syiah di sana juga tidak ada masalah. Jadi, tokohnya yang harus bertemu," katanya. Hal itulah yang dilakukan Kapolda Jatim Irjen Pol. Unggung Cahyono yang "ngantor" di Mapolsek Puger, Jember, 11--13 September 2013, yakni pengamanan "all out" dan mendorong pertemuan kedua tokoh setempat, yakni Ustaz Fauzi dan Habib Ali. "Sudah ada 10 orang yang dimintai keterangan dan diamankan di Mapolres Jember terkait dengan kerusuhan, baik dari pihak Ponpes Darus Sholihin yang diasuh oleh Habib Ali maupun pihak kelompok Ustadz Fauzi, karena polisi memang tidak memihak," kata Irjen Pol. Unggung Cahyono. Pelanggaran Perjanjian Dalam aksi penyerbuan Ponpes Darus Solihin di Puger itu, massa membawa benda tumpul dan senjata tajam sehingga 10 unit sepeda motor dan beberapa bangunan di kompleks pesantren itu rusak karena dibakar dan dilempari batu. Massa yang merusak ponpes itu menolak pawai karnaval yang digelar Ponpes Darus Sholihin, padahal polisi sudah meminta panitia untuk membatalkan atau menunda rencana mereka karena massa di Puger menolak kegiatan karnaval itu. Namun, karnaval yang diikuti sekitar 100 peserta dan panitia Ponpes Darus Solihin itu tetap tergelar sehingga perusakan ponpes yang selama ini dituding sebagai penganut paham Syiah itu pun terjadi. "Itu bukan konflik pertama, bahkan sudah terjadi 3--4 kali, tetapi semuanya dapat dimediasi antara Pemkab, Polsek/Polres, dan tokoh masyarakat," kata Ketua PCNU Kencong Lora Hasyim ketika dikonfirmasi Antara per telepon (13/9). Kelompok Habib Ali yang diwakili Yek Zen (keponakan Habib Ali) pernah mendatangi kelompok Ustaz Fauzi agar tidak mengundang Habib Muhdlor (Sunni) dalam pengajian yang digelar. "Untuk mengatasi hal serupa akhirnya disepakati perjanjian bahwa masing-masing kelompok tidak boleh mengadakan kegiatan yang sifatnya massal, tetapi perjanjian itu pun dilanggar beberapa kali," katanya. Ia menduga pelanggaran perjanjian itu akan menjadi "bom waktu" dan hal itu terbukti pada tanggal 11 September 2013. "Itu (konflik) tidak perlu terjadi bila antartokoh bisa saling menghormati," katanya. Apalagi, konflik itu akhirnya menewaskan Eko Mardi Santoso. "Saya kira, tewasnya Eko itu bukan terjadi begitu saja dalam kerusuhan itu," katanya. Menurut dia, Eko sebenarnya merupakan saksi kunci yang sengaja dihilangkan. "Almarhum Eko sempat tahu adanya penyerangan perahu nelayan pada bulan Juni lalu sehingga Eko tahu siapa yang melanggar perjanjian, bahkan Eko kena bacok," katanya. Karena potensi Eko sebagai saksi kunci di pengadilan yang bisa membongkar siapa yang melakukan penganiayaan nelayan. Atau, Eko juga merupakan saksi tentang siapa kelompok yang melanggar perjanjian, maka dia pun dibungkam. "Jadi, tewasnya Eko itu 'by design'. Oleh karena itu, polisi harus mengusut kasus tewasnya Eko itu dengan mengaitkan dengan kasus penyerangan perahu nelayan pada bulan Juni lalu," katanya. Jadi, konflik antartokoh di Puger itu tidak perlu melibatkan masalah agama. "Kalau agama dilibatkan dalam konflik justru akan membuat konfliknya bisa makin meluas, itu konsekuensinya," kata Menag dalam berbagai kesempatan. (*)
Berita Terkait
758 personel gabungan kawal laga Arema vs Madura United
20 Desember 2025 18:57
Polres Tulungagung kerahkan 302 personel gabungan guna amankan Nataru
19 Desember 2025 20:59
Polres Madiun siapkan 1.800 personel gabungan guna amankan natal-tahun baru
19 Desember 2025 20:58
Daop 9 Jember siagakan 204 personel gabungan selama angkutan Nataru
11 Desember 2025 19:40
Polresta Pati siapkan 2.684 personel amankan unjuk rasa tolak kenaikan PBB
12 Agustus 2025 15:02
Seribuan personel gabungan kawal laga Arema FC vs PSBS di Kanjuruhan
11 Agustus 2025 14:53
Final AFF U-23, Polisi terjunkan 1.252 personel gabungan
29 Juli 2025 09:58
21.501 personel gabungan siaga amankan Suroan dan Suran Agung
24 Juni 2025 17:51
