Oleh Asmaul Chusna Kediri (Antara Jatim) - Dana hibah merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk pemda lain, perusahaan daerah, masyarakat umum, sampai organisasi kemasyarakatan. Dana itu sifatnya memang tidak mengikat, dan tidak diberikan secara terus menerus. Tujuannya, tak lain untuk meningkatkan kegiatan penyelenggaraan urusan pemerintah daerah. Pasalnya, kemasan bernama dana hibah itu dikucurkan "ada udang di balik batu", nggak gratisan begitu saja. si pemberi dalam hal ini kepala daerah atau pemda punya maksud atau berharap imbal balik dari si penerima, minimal mendukung kinerja pemda dengan tidak protes, apa lagi sampai unjuk rasa, dan tatkala diperlukan "suara" bisa mengalir kepada si pemberi dana hibah tatkala tahun politik alias pilkada berlangsung. Kebanyakan juga, dana hibah atau bantuan sosial ini menjadi ajang bancakkan alias lahan korupsi oknum penyelenggara negara maupun kalangan penerima. Karena itu, di sejumlah daerah dana hibah ataupun dana bantuan sosial menjadi perhatian, baik karena besarnya dana yang diberikan, tidak adanya laporan atau tidak jelasnya laporan pertanggungjawaban. Tak terkecuali di Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Penggunaan dana ini juga menjadi sorotan. Saat ini, penggunaan dana hibah itu di Kabupaten Kediri menjadi perhatian. Salah satu pos yang menjadi perhatian di Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpolinmas) Pemkab Kediri. Ada sekitar Rp847 juta dana di satuan kerja perangkat daerah (SKPD) itu. Dana itu diberikan kepada 84 lembaga, baik lembaga swadaya masyarakat (LSM) ataupun organisasi kemasyarakatan lainnya pada tahun anggaran 2012. Penggunaan dana itu menjadi bidikan dari Kejaksaan Negeri Ngasem, Kabupaten Kediri. Instansi hukum itu telah memeriksa sejumlah saksi untuk mengetahui mekanisme penganggaran serta tentang penggunaan anggaran itu. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Ngasem Kabupaten Kediri M Rosidin mengatakan, pihaknya memang telah melakukan penyidikan terkait anggaran bantuan hibah tersebut. Mereka diperiksa terkait dengan anggaran itu, penggunaan, sampai laporan pertanggungjawaban. "Ada 84 pengurus LSM/ormas yang menerima bantuan itu," katanya. Pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejari Ngasem Kabupaten Kediri itu dilakukan sejak Mei 2013 lalu. Seluruh LSM ataupun organisasi masyarakat yang mendapatkan bantuan itu dimintai keterangan di kantor Kejari Ngasem. Sampai Agustus 2013 ini, Kejari Ngasem Kabupaten Kediri belum ada pemeriksaan lanjutan. Pemeriksaan lanjutan belum juga diagendakan untuk mengetahui persis apakah ada unsur penyalahgunaan anggaran dalam realisasi dana hibah tersebut. Penelusuran Anggaran dana hibah di Kabupaten Kediri memang cukup besar. Pada 2012 lalu, Pemerintah Kabupaten Kediri, telah menganggarkan dana hibah sampai Rp32,67 miliar. Dana itu terbagi di sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) Kabupaten Kediri, di antaranya di bagian Kesejahteraan Masyarakat (Kesra) ataupun di Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat (Bakesbangpolinmas) Pemkab Kediri. Dari besarnya anggaran itu, telah terealisasi sebesar Rp20,33 miliar (sumber hasil laporan pemeriksaan BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah Kabupaten Kediri 2012). Sumbernya, dari seluruh SKPD yang ada dana hibahnya. Pemerintah Kabupaten Kediri telah menetapkan mekanisme proposal dalam permohonan pengajuan anggaran. Proposal itu diajukan ke Bupati yang kemudian akan diverifikasi oleh tim verifikasi. Walaupun ada verifikasi, nyatanya masih terjadi kelemahan. Dalam laporan pemeriksaan BPK RI, dijelaskan bahwa penganggaran dana hibah tidak berdasarkan proposal yang masuk. Dana hibah yang diberikan itu juga tidak menyebutkan secara rinci penerima, besaran dananya, serta kegiatan yang dilakukan. Kondisi itu berpotensi rawan terjadi penyalahgunaan anggaran. Terlebih lagi, jika laporan dan bukti pertanggungjawaban yang tidak tertib, akan menyulitkan untuk dilakukan pengecekan. Kepala Seksi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Ngasem Kabupaten Kediri M Rosidin mengatakan dari hasil pemeriksaan para saksi itu, Kejari mengetahui tentang pengajuan proposal, sampai alokasi dana. Dari pemeriksaan itu, diketahui ternyata penerima anggaran itu bukan hanya LSM ataupun organisasi masyarakat dari Kabupaten Kediri saja, tapi terdapat sejumlah lembaga dari luar kabupaten yang juga menerima. Padahal, sesuai dengan tujuan pemberian dana itu untuk meningkatkan sumber daya masyarakat (SDM) warga di kabupaten. "Kalau penerima dari luar kabupaten, bahkan sampai pelaksanaan juga, tujuan utama tidak tercapai," jelasnya. Selain masalah penerima yang ternyata juga berasal dari luar daerah, diketahui dari berbagai proposal yang masuk, terdapat sejumlah proposal susulan. Mereka sebelumnya tidak terdata, tapi sebelum pencairan anggaran ternyata lembaga itu ada dan mendapatkan anggaran. Namun, Rosidin menyebut tidak menemukan pemotongan anggaran. Pemberian dana itu dilakukan lewat transfer rekening kepada penerima, sehingga tidak didapati adanya pemotongan. "Yang menjadi masalah dalam hal itu, adalah terjadi penyalahgunaan wewenang," ungkapnya, menilai kasus itu. Kejari Ngasem Kabupaten Kediri, sebut dia sudah mengajukan audit untuk mengetahui pasti kerugian negara akibat dugaan penyalahgunaan itu. Pengajuan sudah dilakukan saat Ramadhan 2013 lalu. Dalam waktu dekat, Kejari juga berencana menindaklanjuti pemeriksaan. Kejari akan kembali memanggil sejumlah saksi, baik dari penerima ataupun pegawai negeri bersangkutan. Dari 84 penerima dana bantuan, sebelumnya sudah 90 persen diperiksa. "Saat ini menunggu hasil audit untuk mengetahui kerugian negara," ucapnya. Pemkab Merasa Jadi Korban Pelaksana Tugas Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Kabupaten Kediri Edhi Purwanto mengatakan, banyak proposal pengajuan yang masuk ke Pemkab Kediri untuk pengajuan dana hibah itu. Pos yang dimasukkan juga beragam, tergantung kegiatan, termasuk ke bagian Bakesbangpolinmas. Di instansi itu, menurut dia, pemerintah memberikan bantuan untuk organisasi ataupun lembaga swadaya masyarakat terkait kegiatan peningkatan wawasan kebangsaan. Untuk besarnya, juga disesuaikan dengan kegiatan. "Besarnya sesuai dengan kegiatan. Tapi, untuk penerima kami tetap seleksi," tukasnya. Untuk dana hibah yang di Bakesbangpolinmas Kabupaten Kediri, Edhi mengatakan anggaran itu diperuntukkan bagi 84 lembaga. Mereka sebelumnya telah mengajukan proposal ke pemkab, dan anggaran itu diberikan. Naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) dengan penerima hibah juga dibuat. Besarnya, menurut Edhi tidak sama, tergantung kegiatan dan pengajuannya. Anggaran itu dikirim lewat nomor rekening yang sudah dilampirkan, sehingga sesuai dengan besarnya anggaran yang sudah disetujui. Hal itu berdasarkan landasan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 39 Tahun 2012 tentang perubahan atas Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Dana Hibah dan Bantuan Sosial yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). "Semua anggaran lewat rekening," ucapnya, singkat. Pihaknya juga menyebut, sudah meminta laporan pertanggungjawaban dari masing-masing panitia acara yang mendapatkan bantuan dana dari pemkab tersebut. Model laporan juga sudah diberikan, yang sesuai dengan model laporan dari pemkab berikan. Namun, ia mengakui, saking banyaknya proposal yang masuk serta laporan yang tidak tertib membuat pencatatatan administrasi kurang maksimal. Ia menegaskan, akan berusaha untuk memperbaiki lagi berkas yang masuk dan menetapkan seluruh daftar penerima hibah serta besaran uang, jasa, atau jenis barang lainnya yang akan diterima sesuai dengan keputusan Bupati. Pemerintah daerah, tutur Edhi sebenarnya sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memperkecil kesalahan dalam penyaluran dana itu. Sejak awal proposal masuk, telah diverifikasi. Pemeriksaan bukan hanya lewat wawancara, tapi juga memantau ke lokasi. Ia justru menyebut, pemkab telah menjadi korban. Dalam pemeriksaan Kejari Kediri, disebut jika terdapat penerima ada yang ternyata dari luar kabupaten. Yang menjadi fokus pemeriksaan Kejari selalu pemkab, padahal bisa jadi justru penerima yang sengaja menggelapkan data asli. "Kami menjadi korban. Jika dianggap salah, semua harus diperiksa, sehingga ada kejelasan apakah yang salah oknum atau pemohon," kilah Edhi. Sejumlah penerima bantuan mengatakan untuk proses penerimaan bantuan memang lewat transfer ke nomor rekening. F, salah seorang pemimpin di organisasi masyarakat di Kabupaten Kediri ini mengatakan, ia mengajukan anggaran ke pemkab untuk kegiatan yang berlangsung pada Februari 2012. Ia dengan rekan-rekannya mengadakan kegiatan berupa pelatihan. Saat diajukan, ternyata anggaran dari pemerintah daerah belum turun, namun proposal yang diajukannya sudah masuk, dan dijanjikan akan turun jika anggaran sudah ada. F menyebut, pemkab memang mencairkan anggaran itu belakangan. Kegiatan yang ia lakukan pada Februari 2012, tapi anggaran turun pada Juli 2012. Pengajuan yang ia minta adalah Rp10 juta, dan ternyata diberikan anggaran sebesar Rp10 juta oleh pemkab. "Kami mengadakan kegiatan dulu, anggaran kami mencari talangan, karena menunggu dari pemkab yang akan turun pada Juni. Kami mengikuti prosedur yang ditetapkan pemkab," ungkap F. F mengaku sempat resah ketika diperiksa oleh Kejaksaan Negeri Ngasem Kabupaten Kediri. Saat itu, ia sempat ditanya tentang program, pengajuan, mekanisme pencairan anggaran, sampai laporan pertanggungjawaban. Ia juga ingat, saat berhadapan dengan Kejari Ngasem dimintai keterangan tentang anggaran yang turun belakangan. Saat itu, Kejari mempertanyakan mengapa pencairan anggaran itu setelah kegiatan selesai. Namun, ia menjelaskan, hal itu kebijakan dari pemkab, dan ia hanya menerima. "Saya juga didampingi oleh kuasa hukum. Saya tidak ingin salah bicara," ujarnya dengan mengingat pemeriksaan itu. F juga mengetahui, ada sejumlah rekan lainnya yang ia kenal dan menerima anggaran juga. Namun, ia tidak terlalu mengerti tentang anggaran yang mereka terima, dan ia hanya konsentrasi dengan anggaran yang diterima. Untuk laporan, F mengatakan, sudah membuat dan diserahkan ke pemkab. Laporan itu berdasarkan petunjuk dari pemkab, sehingga untuk model pelaporan pun juga berdasarkan acuan. Seluruh penggunaan keuangan, termasuk untuk kuitansi ia sudah melampirkan dalam laporan itu. Laporan itupun juga sempat diperlihatkan oleh petugas Kejari Ngasem Kabupaten Kediri, dan ia menjawab seluruh pertanyaan saat pemeriksaan. F memang diketahui sebagai salah satu penerima dana itu. Setelah dicek, mereka memang mengadakan kegiatan seperti dalam pengajuan proposal itu. Secara lokasi kantor, lembaga yang dipimpin oleh F memang diketahui berada di wilayah Kota Kediri, termasuk lokasi kegiatan juga dilakukan juga di daerah itu. Dalam kegiatan peserta ternyata juga beragam daerah, tapi mayoritas dari Kabupaten Kediri. Terdapat sejumlah peserta dari luar Kabupaten Kediri, misalnya dari Blitar, Tulungagung, Trenggalek, dan sejumlah kota lain. Namun, F menyebut para peserta dari luar kota sebagai peserta undangan. Lembaganya ingin mengajak serta dari luar kabupaten, agar mereka pun juga bisa mendapatkan pengalaman. Selama ini, kegiatan yang ia dengan rekan-rekannnya lakukan tidak setiap tahun dilakukan oleh lembaga serupa di daerah. Dengan kegiatan itu, ia berharap bisa mempererat tali silaturahmi, dan berharap jika rekannya di luar kota mengadakan kegiatan serupa, dari Kabupaten Kediri juga diundang. Sementara itu, pengamat anggaran daerah Universitas Pawyatan Daha Kediri Djoko Siswanto mengatakan selama ini memang masalah anggaran menjadi rawan terjadinya tindak penyalahgunaan. Namun, Kejaksaan pun harus mempunyai bukti kuat, agar kasus itu tidak menjadi "prematur". "Dalam hukum harus ada bukti dan saksi, dan termasuk sampai tanda terima apakah ada," tuturnya. Ia juga mengatakan, pemerintah harusnya lebih seleksi memilih calon penerima dana hibah itu, mengingat dana itu sesuai dengan aturan tidak bisa diberikan setiap tahun. "Seleksi ketat harus dilakukan, dari yang sebelumnya menerima diganti dengan yang lain," ucapnya. Selain itu, ia juga mengatakan, selama ini masih banyak lembaga atau organisasi masyarakat yang belum mengerti aturan ataupun dalam membuat laporan pertanggungjawaban kegiatan. Harusnya, pemerintah memberi ketegasan agar mereka memberikan laporan dengan jelas. "Pemda bisa menggandeng dari perguruan tinggi untuk masalah itu, memberikan sosialisasi tentang pelaporan anggaran yang benar," katanya. Anggota DPRD Kabupaten Kediri Taufik mengatakan pemda harus tegas dalam pengelolaan anggaran. Dana hibah harusnya juga tidak dimanfaatkan untuk kepentingan oknum tertentu, melainkan untuk masyarakat. "Calon penerima harus diseleksi dengan maksimal, demi mencegah terjadinya kecurangan. Jangan sampai, dana hibah diturunkan karena ada kepentingan," ujar pengurus DPC PPP Kabupaten Kediri itu. Pihaknya mengatakan, potensi penyalahgunaan anggaran dana hibah bisa terjadi, terlebih lagi jika sudah ada kepentingan. Anggaran bahkan bisa dialokasikan sesuai dengan kepentingan baik besar atau kecilnya dana. Sementara itu, Direktur Riset Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan dana hibah memang bisa rawan untuk disalahgunakan. Dalam laporan pertanggungjawaban, harusnya melampirkan syarat seperti permintaan tertulis, keputusan penetapan tentang daftar penetapan penerima bantuan, pakta integritas, sampai bukti. Ia berharap, pemda segera melengkapi semua persyaratan dan memenuhi aturan yang berlaku. Dengan itu, dapat dicegah terjadinya kerugian negara. "Persyaratan semuanya harus dilengkapi oleh pemda, sehingga tidak ada kerugian negara, sebab jika ditelusuri lebih lanjut, tidak dapat diyakini kewajarannya," tandasnya.(*)
Menelisik Penggunaan Dana Hibah di Kabupaten Kediri
Jumat, 30 Agustus 2013 10:00 WIB