Surabaya (AntaraJatim) - Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Jawa Timur menemukan 25 program isi siaran pada tujuh stasiun televisi lokal yang melanggar siaran Ramadhan 1434 Hijriah. "Hingga 20 Juli, kami mencatat tujuh TV lokal yang melanggar yakni MHTV, Arek TV, Kompas TV, SBO TV, MNTV, BBS TV, dan JTV," kata komisioner KPID Jatim Dyva Claretta di Surabaya, Senin petang. Saat berbicara pada Sosialisasi Aturan Penyiaran untuk Media Massa se-Jatim, komisioner bidang pengawasan isi siaran itu menyatakan pemilik tujuh TV lokal itu dipanggil pada Kamis (1/8). "Kami akan memanggil pimpinan tujuh stasiun TV itu untuk melakukan klarifikasi, kemudian kami akan melakukan rapat pleno untuk menentukan sanksi bagi mereka," katanya. Dalam sosialisasi yang juga mengundang komisioner KPID Jateng Isdiyanto, Ketua PWI Jatim Drs H Akhmad Munir, dan pengamat media Suko Widodo itu, ia mengaku klarifikasi antara lain tentang tujuan. "Misalnya adegan merokok pada acara Kecrek di MHTV, adegan tarian erotis pada iklan Steam O Belt di MHTV, atau adegan smackdown dengan kata-kata kasar pada kartun Cat Cratch di MH TV," katanya. Untuk Kompas TV umumnya adegan kekerasan pada sejumlah program siaran, di antaranya The Doctor, iklan minuman My Tea, Khrisna, video klip Wali. "Kalau Arek TV antara lain adegan kekerasan, sedangkan SBO TV ada ada foto artis luar negeri dengan belahan dada terbuka pada acara Issue dan adegan tarian erotis pada acara GHMR," katanya. Sementara MNTV menampilkan adegan kekerasan, tarian striptis, dan adegan memakan ulat pohon hidup-hidup, sedangkan BBS TV ada adegan merokok dan adegan ciuman sesama jenis. "Untuk JTV antara lain ada adegan pakaian sensual pada film Knigth Rider, tarian erotis pada iklan Steam O Belt, dan tayangan borok pasien pada Terapi Gorang Goreng," katanya. Revisi UU Penyiaran dan Subsidi Siaran Dalam forum dialog, narasumber dan peserta sempat membahas beberapa ikhtiar untuk memberdayakan KPID agar memiliki "gigi" seperti KPK, di antaranya perlunya revisi UU Penyiaran agar sanksi yang diterapkan KPI/KPID memiliki efek jera. "Kalau ingin KPI/KPID berdaya, saya kira UU Penyiaran perlu direvisi, misalnya pemberian sanksi oleh KPI/KPID tidak perlu berjenjang dari peringatan tertulis I, II, penghentian isi siaran, pengurangan durasi, dan rekomendasi pencabutan izin. Kalau cuma rekomendasi ya lemah, bukankah KPK tidak begitu?!," kata Isdiyanto. Usulan lain adalah perlunya pemerintah dan pemerintah daerah mengucurkan subsidi kepada sejumlah stasiun televisi lokal untuk menayangkan program isi siaran yang mengangkat potensi budaya lokal. "Kalau mau tayangan/siaran sehat, saya kira negara harus memberikan subsidi kepada media massa, karena negara punya empat tanggung jawab yakni agama, pendidikan, kesehatan, dan kebudayaan," kata Suko Widodo. Kedua usulan (revisi UU Penyiaran dan subsidi untuk tayangan sehat) itu mendapatkan dukungan Ketua PWI Jatim, Akhmad Munir. "Saya setuju usulan itu, karena cara membuat KPI kuat ya dengan UU Penyiaran yang kuat, seperti KPK yang super body," katanya. Selain itu, gerak dan langkah KPI/KPID juga perlu dukungan media massa. "Saya mendukung pembentukan Forum Jurnalis Penyiaran untuk pengawalan kepada KPI/KPID, sehingga apa yang dilakukan KPI/KPID akan diketahui publik dan keputusannya dihormati para pihak," katanya. (*)
KPID Jatim: Tujuh TV Lokal Langgar Siaran Ramadhan
Senin, 29 Juli 2013 23:13 WIB