Ketua PWI Jatim: Pers Dipercaya Bisa Menjaga Etika
Rabu, 3 Juli 2013 19:55 WIB
Tuban (Antara Jatim) - Ketua PWI Jatim Akhmad Munir menyatakan pers yang menjadi pilar keempat dalam menegakkan demokrasi saat ini lebih dipercaya oleh masyarakat dibandingkan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif karena bisa menjaga etika.
"Penelitian mengenai pers yang pernah dilakukan menunjukkan masyarakat percaya karena pers masih bisa menjaga etika," katanya, dalam Workshop Menggali Nilai Berita di Seputar Pengelolaan Industri Hulu Migas yang digelar Pertamina EP dan Majalah Gatra di Tuban, Rabu.
Bahkan, katanya di hadapan puluhan wartawan dari berbagai daerah di Jatim yang mengikuti workshop, saat ini pers memiliki kekuatan yang besar untuk mempengaruhi kebijakan di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Berbeda, katanya, di era Orde Baru kekuatan pers hanyalah utopia, tapi saat ini pers menjadi kekuatan yang dominan dibandingkan dengan lembaga yang lainnya.
"Meskipun wartawan tidak bekerja di struktur pemerintahan, tapi dengan kekuatan yang dimiliki akan mampu mempengaruhi kebijakan eksekutif, legislatif dan yudikatif," katanya, menegaskan.
Hanya saja, menurut dia, wartawan tetap harus bisa bekerja secara profesional dengan mematuhi kode etik jurnalistik, juga berbagai ketentuan mengenai pers.
Tidak hanya itu, katanya, wartawan juga harus mampu menguasai mekanisme profesi, di antaranya, menguasai teknik menulis, wawancara, menyiarkan berita dan mengedit, termasuk menghargai hak jawab nara sumber juga yang lainnya.
Ia mencontohkan kalau ada nara sumber yang menolak diwawancarai, maka wartawan harus menghargai. Tapi mengingat profesi wartawan tetap harus mampu mencari nara sumber lainnya yang berkompeten.
"Yang lebih penting wartawan harus tidak memiliki niat yang buruk. Misalnya, dalam menulis berita karena berkeinginan seseorang yang ditulis agar jatuh dari jabatannya," tandasnya.
Sementara itu, Pemimpin Redaksi Majalan Gatra Herry Muhammad yang juga tampil sebagai pembicara dalam workshop itu menjelaskan saat ini pers mulai dirambah konglomerat yang kemudian menyeret pers untuk ikut terjun ke dunia politik.
Ia menyebutkan menyosong Pemilu 2014 ada konglomerat pers yang menginstruksikan pemimpin redaksi, redaksi pelaksana dan wartawan untuk menjadi bakal calon legislatif (bacaleg) di daerahnya masih-masing.
"Mereka menjadi bacaleg, tetapi tetap sebagai wartawan. Nah, apa yang terjadi dengan beritanya? Kondisi itu harus dilawan organisasi wartawan baik PWI atau AJI," tuturnya. (*)