Strategi politik merupakan bagian terpenting bagi sesorang untuk mencapai tujuannya di dunia politik. Strategi ini tidak hanya dilakukan untuk menduduki sebuah jabatan saja, melainkan tidak sedikit untuk mempertahankan kedudukannya atau jabatannya dengan segala cara. Dalam politik, perlu ada etika yang berbicara mengenai tanggung jawab dan kewajiban sebagai warga negara yang taat kepada hukum dan aturan yang berlaku. Pertanyaannya masih adakah etika politik di negeri ini?. Meneropong ke dalam percaturan politik di tingkat lokal Kota Surabaya saat ini memang memiliki keunikan tersendiri dengan kehadiran sosok Wishnu Wardhana. Ditambah lagi gencarnya pemberitaan Wishnu akhir-akhir ini, semakin membuat warga Surabaya tahu siapa Wishnu sebenarnya. Terlepas suka atau tidak suka, Wishnu memiliki peran penting dalam perpolitikan di Surabaya hingga saat ini. Bahkan, tidak jarang sejumlah orang mengatakan Wishnu sebagai "kutu loncat" dari partai satu ke partai lain. Awal karir politiknya menjadi Ketua DPC Partai Demokrat (PD) Surabaya saat itu telah mengantarkan Wishnu menjadi Ketua DPRD Surabaya hingga saat ini. Karier politiknya semakin menanjak dengan pencalonnanya menjadi Bakal Calon Wali Kota Surabaya saat itu. Namun, politik tetap politik. Meski dia, sebagai Ketua DPC PD Surabaya, namun dia tidak mendapatkan rekomendasi dari DPP Partai Demokrat untuk pertarungan di Pemilihan Wali Kota (Pilwali) saat itu. Dia berusaha legowo atas penunjukan Arif Affandi (pengurus DPD PD Jatim) sebagai calon wali kota, meski akhirnya Arif Afandi harus kalah perang dalam Pilkada Surabaya. Sepak terjang politik Wishnu cukup fenomenal dan berani karena sempat melakukan upaya pemakzulan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada 2010 terkait persoalan pajak reklame sehingga akhirnya terdepak dari Partai Demokrat. Mula-mula, DPP Partai Demokrat hanya memberikan sanksi dengan mencopotnya dari Ketua DPC PD Surabaya. Wishnu akhirnya diganti Radityo Gambiro (pengurus DPP PD dan sekaligus anggota DPR RI) sebagai Plt Ketua DPC PD Surabaya. Inilah awal dari perlawanan Wishnu. Ia merasa dizalimi oleh partai yang telah membesarkan namanya. Bahkan hak imunitas dari anggota DPRD untuk melakukan pemakzulan wali kota tak pernah dihiraukan oleh partainya dengan alasan Partai Demokrat adalah partai pemerintah sehingga seyogyanya mendukung kepemerintahan di daerah. Wishnu semakin berang tanpa kedudukannya di Partai Demokrat. Ia melakukan manuver-manuver politiknya di lingkaran gedung DPRD Surabaya. Tidak jarang, dia melakukan banyak intervensi mengenai kebijakan di tiap komisi, fraksi. Bahkan juga di fraksinya sendiri yang dibuat "mati suri". Pascamunculnya persoalan bimbingan dan teknis (bimtek) anggota DPRD Surabaya yang kini diselidiki Polrestabes Surabaya, Wishnu semakin ketat mengontrol perjalanan kunjungan kerja (kunker) anggota dewan, bahkan rapat dengar pendapat. Mosi tidak percaya pun sempat dimunculkan di kalangan anggota DPRD Surabaya. Namun semua itu ditangkis begitu mudah oleh Wishnu dengan dalih memiliki "kartu merah" anggota DPRD. Mereka akhirnya dibuat tidak berdaya oleh Wishnu. Wishnu juga dikabarkan sempat melakukan intimidasi kepada pimpinan DPRD Surabaya pada saat rapat kedewanan seperti badan musyawarah (banmus). Ia meminta agar semua pimpinan baik di komisi, fraksi dan badan lainnya untuk menggagalkan usulan reposisi atau pergantian antarwaktu (PAW) dirinya yang dikeluarkan DPC Partai Demokrat sebagai tindak lanjut pemecatan dirinya dari Partai Demokrat. Direktur Parlemen Watch Jatim Umar Salahudin menilai Wishnu Wardhana selama ini menjalankan politik preman karena melakukan intimidasi kepada pimpinan dan anggota dewan untuk menggagalkan upaya reposisi dan PAW terhadap dirinya sebagai tindak lanjut pemecatannya dari Partai Demokrat. Ia menilai Wishnu tidak mencerminkan seorang pemimpin yang bijaksana. Apa yang dilakukannya merupakan cara-cara politik preman. Menurut dia, intimidasi yang dilakukan Wishnu terhadap anggota dewan berupa ancaman membeberkan borok atau kesalahan jika berani mereposisi dirinya sebagai Ketua DPRD Surabaya di sela-sela rapat pimpinan di DPRD Surabaya merupakan tindakan yang tidak terpuji. Namun, banyaknya kritikan yang ditujukan ke Wishnu, tidak membuatnya gentar. Bahkan dengan terang-terangan melakukan perlawan saat DPP Partai Demokrat mengeluarkan SK pemecatan tetap dirinya karena Wishnu telah melanggar AD/ART partai dan berpindah haluan ke partai lain. Meski perlawanan itu dibalas perlawanan oleh Ketua DPC Partai Hanura Surabaya Dadik Risdaryanto dengan meminta semua anggota Fraksi Demokrat memboikot setiap rapat paripurna dan banmus. Tapi hal itu dianggap angin lalu, karena anggota Fraksi Demokrat pasif dengan tidak melakukan tindakan apa-apa termasuk boikot. DPC Partai Demokrat Surabaya awalnya legah ketika, Wishnu dicalonkan menjadi Ketua DPC Partai Hanura karena dengan itu, pihaknya tidak susah-suah melakukan reposisi maupun PAW. Namun, harapan lenyap ditelan bumi saat Wishnu terpilih menjadi Ketua DPC Hanura Surabaya, namun tetap tidak mau mundur dari jabatannya sebagai Ketua DPRD Surabaya. Wishnu sendiri mempertanyakan jika ia dianggap melanggar aturan, maka ia meminta menunjukkan aturan yang yang dilanggar. "Suruh mereka baca aturan," katanya. Menurut dia, dalam Peraturan Pemerintah (PP) 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, khususnya Pasal 102 bahwa anggota DPRD berhenti antarwaktu karena meninggal dunia, mengundurkan diri dan diberhentikan. Ia menjelaskan diberhentikan di sini atas dasar usulan, Wishnu mengaku kalau beda dengannya karena dia dikeluarkan partai. "Pada saat saya dikeluarkan dari partai berarti saya independen. Jadi yang salah partai kenapa keluarkan saya," katanya. Pernyataan Wishnu bertentangan dengan pendapat Ketua DPD Partai Hanura Jatim Kuswanto yang menyebutkan bahwa sesuai mekanisme partai bahwa Wishnu yang baru anggota Hanura otomatis mundur dari jabatannya sebagai anggota dan Ketua DPRD Surabaya. Syarat dari KPU siapapun yang berasal dari parpol lain harus menyertakan pengunduran diri. Bukan Wishnu kalau tidak pernah mengalah. Bahkan ditempatnya yang baru pun mulai melakukan perlawanan. Persoalan etika politik, seolah hanya menjadi pemanis bibir saja. Padahal di dalam etika politik, tidak hanya mengejar karir semata, melainkan membawa sebuah "kebaikan". Etika politik saat ini hanya ada pada promosi untuk mencapai tujuan saja. Setelah tujuan tercapai maka etika politik yang sudah dijanjikan sebagai strategi politik menjadi hilang keberadaannya. Apa yang disebut dengan kebaikan. Ajaran moral Aristoteles dalam "Nicomachean Ethics" menyebutkan bahwa yang baik adalah "eudaimonia" atau suatu kebahagiaan. Untuk mencapai kebaikan itu maka setiap orang harus memiliki keutamaan yang dicapai melali dua jalan yakni intelektual dan moral. Semoga perpolitikan di Surabaya tidak membawa dampak buruk dikemudian hari. Salam Damai. (*)
Wishnu di Antara Politik Etis dan Karir
Minggu, 24 Maret 2013 21:14 WIB