Kediri (ANTARA) - Pemerintah Kota Kediri, Jawa Timur, komitmen dalam menekan kasus penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) dan asma di Kota Kediri, dengan optimalisasi layanan di tingkat puskesmas.
Plt Kepala Dinas Kesehatan Kota Kediri Fahmi Adi Priyantoro mengemukakan pemerintah kota berkomitmen penuh untuk menekan kasus PPOK serta asma. Puskesmas yang merupakan layanan kesehatan pertama diharapkan bisa memberikan pelayanan prima bagi masyarakat.
"Saat ini puskesmas atau fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) dituntut dapat memberikan pelayanan prima bagi masyarakat. Di samping aspek sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia (SDM) juga penting untuk ditingkatkan guna menciptakan pelayanan optimal sesuai prosedur," katanya di Kediri, Selasa.
Pihaknya memberikan On The Job Training (OJT) Pengendalian PPOK dan asma yang diikuti sebanyak 40 tenaga medis yang terdiri dari dokter, perawat, dan petugas puskesmas se-Kota Kediri.
“Kegiatan OJT ini terkait penanganan PPOK dan asma merupakan upaya meningkatkan kapasitas petugas puskesmas agar mendapatkan ilmu dari narasumber yang ahli di bidangnya," kata dia.
Dalam kegiatan ini turut mengundang dr Nur Prasetyo Nugroho, yang menerangkan tentang pencegahan dan pengendalian PPOK, dr Caesar Ensang Timuda, yang akan menerangkan pendekatan praktis kesehatan paru di FTKP dan pengendalian asma pada dewasa; kemudian ada dr Renyta Ika Damayanti, tentang pengendalian asma pada anak.
Ia menekankan, puskesmas diharapkan bisa fokus dalam upaya promotif serta preventif kepada masyarakat terkait PPOK serta asma.
“ Ditambah lagi dengan kebijakan terbaru terkait 144 diagnosa yakni penyakit-penyakit tersebut harus ditangani di FKTP terlebih dahulu, di antaranya PPOK. Berarti puskesmas harus menyiapkan sarana prasarana dan SDM yang kompeten,” kata dia.
Dirinya menjelaskan, contoh penyakit saluran pernapasan yang kerap ditangani di puskesmas, seperti tuberkulosis (TB), asma, penyakit paru-paru kronis, dan bronkopneumonia.
Fahmi mengatakan keempatnya merupakan penyakit yang membutuhkan ketelitian dan keahlian untuk melakukan diagnosis yang akurat.
Berdasarkan data Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) pada 2023 memperkirakan jumlah penderita PPOK di Indonesia akan mencapai 4,8 juta dengan prevalensi 5,6 persen.
Di samping melalui peningkatan kapasitas SDM, Dinas Kesehatan Kota Kediri juga gencar dalam mencegah penambahan kasus PPOK melalui berbagai program kesehatan, seperti upaya berhenti merokok (UBM).
Program tersebut dilakukan dalam bentuk sosialisasi kepada masyarakat untuk mengatasi kecanduan nikotin dan gejala putus nikotin.
“PPOK lebih banyak disebabkan karena asap rokok karena kandungan zat-zat berbahaya bagi kesehatan, tidak hanya perokok aktif tapi perokok pasif lebih berpotensi terkena PPOK,” ujarnya.
Fahmi berharap dengan berlangsungnya kegiatan OJT in para peserta dapat menyerap ilmu sebaik mungkin dari para narasumber, sehingga dapat mengaplikasikan ilmu di puskesmas masing-masing.
