Sidoarjo (ANTARA) - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Bambang Haryo Soekartono (BHS) mendorong pemanfaatan long storage Kalimati, Tarik, Sidoarjo yang telah selesai dibangun sejak tahun 2019 namun hingga kini belum dimanfaatkan sama sekali.
Ia mengemukakan, long storage yang dibangun dengan kapasitas tampung mencapai 4 juta meter kubik dan nilai proyek sekitar Rp700 miliar itu seharusnya berfungsi untuk mendukung kebutuhan air baku dan irigasi pertanian di wilayah perbatasan Sidoarjo–Mojokerto.
"Namun, fakta di lapangan menunjukkan tidak ada aliran air yang mengairi lahan pertanian di sekitar waduk tersebut," katanya di Sidoarjo, Rabu.
Ia mengatakan, long storage Kalimati selesai sejak 2019 tapi sampai sekarang tidak digunakan meskipun kapasitasnya besar dan airnya memenuhi standar untuk air baku PDAM," katanya.
"Ini harusnya menjadi temuan penting bagi KPK dan BPK, karena proyek senilai ratusan miliar rupiah tidak boleh dibiarkan mangkrak tanpa fungsi," katanya.
BHS menyebut, kondisi waduk yang terletak di perbatasan dua kabupaten itu ironis, sebab lahan pertanian di kiri-kanan waduk tidak mendapat suplai air sedikit pun.
"Bayangkan, hanya 50 meter dari waduk tidak ada air sama sekali yang mengalir ke sawah. Petani terpaksa membuat sumur dan pompa sendiri untuk bisa menanam. Ini jelas tidak sesuai tujuan pembangunan waduk," ujarnya.
Ia menilai lemahnya tindak lanjut dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sebagai pihak yang membangun proyek tersebut. Menurutnya, proyek waduk-waduk besar era Presiden Jokowi memang banyak yang belum difungsikan optimal.
"Bukan hanya di Sidoarjo. Beberapa waduk seperti di Sulawesi juga bernasib sama yakni selesai dibangun tapi tidak berfungsi. Ini harus ada dorongan dan pengawasan serius dari pemerintah pusat," katanya.
Ia menilai long storage Kalimati memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai objek wisata desa dan sarana olahraga air, seperti dayung atau wisata edukasi pertanian.
"Sekarang katanya sudah boleh dipakai untuk latihan dayung, tapi belum resmi. Harusnya dibuka untuk masyarakat sekitar sebagai wisata desa agar memberi nilai tambah ekonomi," katanya.
Kepala Desa Tarik Irfanul Ahmad Irfan mengaku kesulitan mengelola lahan di sekitar waduk akibat tidak adanya kejelasan tupoksi pengelolaan.
"Kami punya sertifikat tanah kas desa di sekitar waduk, tapi karena tidak jelas siapa yang berwenang mengelola, kami bingung memanfaatkannya. Padahal kami ingin membangun pusat kuliner dan pendopo wisata untuk menyerap tenaga kerja warga," ujarnya.
