Surabaya (ANTARA) - Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Surabaya terus mematangkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Hunian dan Kawasan Permukiman Layak bagi masyarakat Surabaya.
Wakil Ketua Pansus Hunian Layak Komisi A DPRD Surabaya Aldy Blaviandy di Kota Surabaya, Senin, mengatakan pada rapat kali ini membahas tentang substansi pengaturan yang lebih menyeluruh supaya kebijakan hunian layak tidak hanya berpihak pada masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga menyentuh persoalan kependudukan di wilayah perkotaan yang kompleks.
"Hal tersebut untuk menyamakan persepsi antarinstansi serta memastikan arah kebijakan perda menjadi linier dengan regulasi turunannya," katanya di Surabaya.
Ia mengatakan, konsep hunian layak tidak seharusnya hanya mengatur dari sisi fisik bangunan atau kelayakan rumah semata, melainkan juga menyentuh aspek kependudukan dan administrasi. Salah satu contoh yang disoroti adalah fenomena penumpukan Kartu Keluarga (KK) di satu alamat yang sering kali menimbulkan persoalan sosial.
“Dalam satu tempat tinggal, kadang banyak KK yang bertumpuk-tumpuk. Ini kalau bisa kita atur dalam perda ini, supaya hunian layak benar-benar sesuai dengan kriteria yang sudah ada di peraturan,” katanya.
Ia mengatakan, perlunya payung hukum yang mencakup semua lapisan masyarakat termasuk kalangan menengah atas yang memiliki rumah kos atau rumah sewa.
“Jadi harapan kita, perda ini tidak hanya terkonsentrasi pada masyarakat tidak mampu. Masyarakat elit yang punya rumah kos-kosan atau rumah sewa juga harus diatur. Masalah satu alamat dengan banyak KK itu kan bukan hanya terjadi di masyarakat miskin,” katanya.
Dalam pembahasan tersebut, pansus juga menyoroti data rumah kos dan rumah sewa di Kota Surabaya yang belum sepenuhnya valid dimana berdasarkan laporan sementara dari organisasi perangkat daerah (OPD), baru sekitar sepuluh ribu unit rumah kos yang telah terdata secara resmi.
“Data terakhir di-update pada Juli 2025. Tapi masih banyak rumah kos dan rumah sewa yang belum masuk pendataan, terutama yang lokasinya ‘nyempil’ atau tidak resmi,” katanya.
