Jakarta (ANTARA) - Menteri Lingkungan Hidup (LH), Hanif Faisol Nurofiq meminta kawasan industri meningkatkan komitmen untuk mengelola lingkungan hidup, termasuk dalam pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan limbah.
"Kawasan industri bukan hanya motor ekonomi, tetapi juga episentrum risiko lingkungan. Kalau tidak ditangani serius, masyarakat yang paling terdampak," ujar Menteri LH/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH), Hanif di Jakarta, Selasa.
Hal itu disampaikan ketika KLH/BPLH melakukan pengawasan terhadap 48 kawasan industri yang berada di Jabodetabek sebagai langkah untuk mengidentifikasi sumber pencemar penyebab penurunan kualitas udara Jakarta.
Verifikasi lapangan terbaru dilakukan di kawasan industri Pulogadung di Jakarta Timur yang dilakukan dalam periode 16-20 Juni 2025, setelah sebelumnya dilakukan di dua kawasan di Jakarta Utara dan Kabupaten Bekasi.
Hanif mengatakan sebagai kawasan industri tertua dan terluas di Indonesia, Pulogadung menjadi lokasi bagi sekitar 370 tenan atau perusahaan penyewa. Namun, hanya 39 tenan yang berpartisipasi dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) 2024-2025.
Dari jumlah itu, enam tenan mendapat peringkat Merah dan satu tenan ditangguhkan, karena pelanggaran berat.
"Lemahnya pengawasan dari pengelola kawasan menjadi faktor utama menurunnya kinerja lingkungan. Jika tidak dibenahi, hal ini berpotensi mencemari udara, air, dan tanah di sekitar kawasan," ujar Menteri Hanif.
Sebagai langkah korektif, KLH/BPLH mewajibkan tujuh tindakan sistemik yang harus segera diterapkan oleh pengelola kawasan dan seluruh tenan, termasuk pengoperasian Sistem Pemantauan Kualitas Air Limbah Otomatis (SPARING) yang terhubung ke Sistem Informasi Pelaporan Persetujuan Lingkungan Elektronik (SIMPEL).
KLH juga meminta pemasangan Continuous Emission Monitoring System (CEMS) atau alat pemantau emisi cerobong, penyediaan Stasiun Pemantauan Kualitas Udara Ambien (SPKUA) di dalam kawasan, publikasi berkala data lingkungan melalui laman resmi dan papan informasi kawasan serta penunjukan Penanggung Jawab Operasional Bidang Lingkungan Hidup bersertifikasi di setiap tenan.
Pihaknya juga mewajibkan pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun ( B3) sesuai peraturan, disertai audit lingkungan berkala dan pelaporan rutin kinerja lingkungan kepada KLH/BPLH dan pemerintah daerah.
"Ini bukan sekadar memenuhi aturan, tapi soal menjamin hak masyarakat atas lingkungan hidup yang bersih dan sehat," kata Hanif Faisol Nurofiq.