Jakarta (ANTARA) - Dalam dunia olahraga yang kerap didominasi oleh narasi kekuatan dan prestasi fisik, kehadiran Megawati Hangestri Pertiwi, atlet voli asal Jember, Jawa Timur, yang juga dikenal sebagai Megatron, menghadirkan kisah berbeda.
Megatron bukan hanya menonjol karena statistik atau torehan poin, tetapi karena karakter, nilai, dan identitas yang ia bawa dengan konsisten. Ia adalah sosok yang menginspirasi saya secara pribadi, dan barangkali juga menggetarkan hati banyak orang.
Di musim 2023–2024, Megatron bermain untuk klub Daejeon JungKwanJang Red Sparks di Korea Selatan, negara dengan mayoritas penduduk non-Muslim dan jumlah penganut agama Islam yang sangat kecil, sekitar 0,2 persen dari populasi (Pew Research Center). Di sana, Mega tampil mengenakan hijab dalam setiap laga, sesuatu yang tidak biasa dan bagi sebagian atlet bisa jadi tantangan.
Namun, Megatron menjadikan hijab bukan sekadar simbol, melainkan cermin dari nilai yang ia pegang teguh. Bahkan kapten tim Red Sparks, Yeom Hye-sun, sempat mencoba hijab Mega dan bertanya tentang maknanya.
Dari situ, publik Korea mengenal Islam bukan melalui ustaz, kiai atau habaib yang berceramah, tetapi dari keteladanan seorang atlet perempuan Indonesia yang menorehkan banyak prestasi. Ia mirip cerita Moh. Salah, pemain bola dari Liverpool yang mampu menyiarkan Islam di tanah Eropa melalui kelihaian kakinya bermain sepak bola.
Dakwah keteladanan
Salah satu hal yang patut dicatat adalah bagaimana Mega secara tidak langsung berdakwah melalui akhlak, etika, dan performanya. Dalam konteks sosiologis, ini yang disebut sebagai silent diplomacy, di mana individu memperkenalkan nilai dan budaya melalui interaksi sosial, keteladanan dan profesional, bukan lewat pidato, ceramah atau simbol formal.
Mega berhasil menunjukkan bahwa seorang Muslimah tidak terbatasi oleh stereotip. Ia disiplin, ramah, profesional, dan tetap menjaga syariah. Semua itu tercermin dalam kesehariannya, baik di dalam maupun luar lapangan.
Dalam satu musim bersama Red Sparks, Megawati mencetak 1.020 poin, menjadikannya salah satu pencetak poin tertinggi di Liga Voli Korea (V-League). Berdasarkan data resmi dari situs Korea Volleyball Federation (KOVO), Mega bahkan beberapa kali masuk ke dalam Top 5 Best Scorers mingguan.
Megawati tampil apik di musim 2023-2024, tahun pertamanya di Liga Voli Korea (V-League) dengan menduduki peringkat ketujuh dalam perolehan poin liga, peringkat pertama di tim (736 poin), dan peringkat keempat dalam rasio keberhasilan serangan (43,95 persen), serta membawa tim ke peringkat ketiga di liga reguler pada musim itu juga.
Mega menduduki peringkat ketiga dalam perolehan skor (802 poin), dan peringkat pertama dalam serangan keseluruhan (tingkat keberhasilan 48,06 persen), serta memimpin dalam serangan terbuka, serangan perbedaan waktu, dan serangan balik, yang menunjukkan penampilannya dalam semua kategori serangan.
Ia berhasil membawa timnya melaju ke kejuaraan dengan perolehan dua kali menang dan satu kali kalah di babak playoff melawan Hyundai Construction yang saat itu berada di posisi kedua di musim reguler.
Sosok Mega mampu mengangkat pamor Reds Sparks dan Liga Voli Korea Selatan. Selain itu, kehadirannya turut menaikkan jumlah penggemar Red Sparks, khususnya dari Asia Tenggara. Akun Instagram klub mengalami lonjakan pengikut sejak Mega bergabung, dan beberapa pertandingan mereka, bahkan ditonton secara live oleh penonton dari Indonesia dan Malaysia.
Toleransi menginspirasi
Korea Selatan dikenal memiliki sistem yang ketat terhadap seragam olahraga, namun tidak ada satu pun aturan yang melarang hijab di lapangan voli profesional. Hal ini menjadi contoh konkret bahwa toleransi dapat dibangun melalui kebijakan yang inklusif.
Mega yang bergabung dengan Red Sparks sejak Juli 2023 itu pernah mengungkapkan bahwa salah satu hal yang membuat ia betah di Korea Selatan adalah toleransi yang tinggi. Bagaimana timnya menghormati identitas dan keyakinannya sebagai seorang Muslim.
Pihak klub, bahkan selalu memastikan tersedia makanan halal untuk Mega, terutama saat makan bersama di restoran.
Pihak klub dan pelatih, termasuk Ko Hee-jin, memperlihatkan dukungan penuh kepada Mega. Bahkan, dalam sesi perpisahan di bandara, pelatih yang dikenal tegas itu tidak kuasa menahan tangis saat mengantar Mega pulang ke Indonesia. Tangisan pelatih Ko Hee-jin akhirnya membuat baper dan mewek penggemar voli Korea Selatan.
Hal yang lebih menyentuh adalah alasan Mega menolak tawaran perpanjangan kontrak dari Red Sparks. Bukan karena cedera, bukan karena konflik. Ia memilih pulang ke Tanah Air untuk merawat ibunya yang sedang sakit.
Keputusan ini memperlihatkan sisi kemanusiaan yang luhur, sebuah pilihan yang tidak semua orang berani ambil, terutama di puncak karir. Ini adalah pilihan yang mendasarkan pada nilai-nilai luhur dan ajaran dalam agama.
Keputusan ini, bahkan menjadi sorotan media Korea Selatan, seperti Yonhap News, KBS, hingga Naver, yang menulis tentang Mega dengan nada simpati dan penghormatan yang luar biasa.
Megawati adalah representasi dari kekuatan perempuan Indonesia. Ia bukan hanya atlet, tapi juga duta budaya, duta agama, dan duta bangsa. Di tengah dunia yang penuh kompetisi, ia tetap menjunjung nilai keluarga, keyakinan, dan tanah kelahirannya.
Sebagai seorang warga Jember, Jawa Timur, Indonesia, kita semua merasa bangga. Dan sebagai seorang Muslim, kita merasa terinspirasi. Mega bukan hanya memukul bola voli dengan keras, ia juga mengetuk hati banyak orang dengan kelembutan dan keteguhannya.
*) Mahathir Muhammad adalah Wakil Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Jatim
Megatron, hijab, dan Korea Selatan: refleksi seorang Muslimah tangguh
Oleh Mahathir Muhammad *) Senin, 14 April 2025 17:00 WIB

Arsip foto - Pebola voli Red Sparks Megawati Hangestri mengacungkan jempolnya saat melawan Indonesia All Star dalam laga eksebisi di Indonesia Arena, Senayan, Jakarta, Sabtu (20/4/2024). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wpa/aa.