Surabaya (ANTARA) - Anggota Komisi C Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Hasan Irsyad meminta Bank Jatim untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat pascatemuan kredit fiktif sebesar Rp569,4 miliar di cabang Jakarta.
"Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat agar tidak terjadi kasus serupa di kemudian hari, selaku Anggota Komisi C merekomendasikan untuk segera dilakukan RUPS LB (Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa) dengan agenda pemberhentian seluruh pimpinan baik di level jajaran direksi maupun komisaris yang terlibat/bertanggungjawab atas kejadian di cabang Jakarta," ujarnya di Surabaya, Selasa.
Menurutnya, kasus kredit fiktif ini akan menurun kan kepercayaan masyarakat pada Bank Jatim dan berdampak pada turunnya kinerja.
Anggota Fraksi Golkar DPRD Jatim ini juga menduga ada keterlibatan oknum pimpinan Bank Jatim pusat dalam memberi persetujuan kredit.
Pemberhentian jajaran pimpinan Bank Jatim, menurutnya tidak harus menunggu keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap karena pemberhentian jajaran direktur dan direksi merupakan wewenang RUPS atau pemegang saham Bank Jatim.
"Bisa dilakukan pemberhentian tanpa acquit et de charge atau pembebasan tanggung jawab yang dapat diberikan kepada direksi atau komisaris atas tindakan pengurusan perseroan," katanya.
Lanjutnya, sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat (4) peraturan otoritas Jasa Keuangan Nomor 15/POJK.04/2020 tentang rencana dan penyelenggaraan rapat umum pemegang saham perusahaan terbuka, bahawa perusahaan terbuka dapat menyelenggarakan RUPS lainnya atau RUPS luar biasa pada setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan perusahaan terbuka.
"Dalam aturan ini, RUPS LB ini dapat diajukan oleh Pemprov Jatim sebagai pemegang saham mayoritas atau oleh komisaris Bank Jatim sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) peraturan otoritas jasa keungan Nomor 15/POJK.04/2020," tuturnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menetapkan empat orang tersangka dalam kasus korupsi manipulasi pemberian kredit oleh Bank Jatim cabang Jakarta senilai Rp569 miliar.