Surabaya (ANTARA) - Pakar Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Dr. Choirul Huda, S.H., M.H., menyebut Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP) penerapan konsep deferensiasi fungsional guna menghindari monopoli dalam penegakan hukum.
Choirul menegaskan bahwa pembagian kewenangan dalam sistem peradilan pidana harus tetap dipertahankan sesuai dengan konsep Integrated Criminal Justice System (ICJS).
“Dalam penegakan hukum berbasis ICJS, koordinasi antar-aparat penegak hukum menjadi kunci utama, dilakukan pada waktu dan cara yang tepat sesuai dengan fungsi masing-masing,” katanya di dalam keterangan diterima di Surabaya, Rabu.
Ia menyoroti konsep dominus litis, yang dalam mazhab Belanda diartikan sebagai monopoli penuntutan, asas oportunitas, serta kewenangan jaksa dalam penyidikan.
Menurutnya, penyidikan oleh jaksa bertentangan dengan konsep deferensiasi fungsional.
Sementara itu, dalam mazhab United Kingdom, dominus litis dimaknai sebagai monopoli penuntutan sekaligus penyaring perkara (filtering cases), di mana jaksa penuntut umum (JPU) menentukan apakah suatu kasus layak diajukan ke pengadilan. Jika tidak, maka jaksa harus menghentikan penuntutan.
“Dominus litis harus menjadi mekanisme check and recheck, bukan malah memberikan kewenangan luas kepada jaksa dalam penyidikan,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa RUU KUHAP sebaiknya tidak memberikan kewenangan penyidikan yang berlebihan kepada penuntut umum karena dapat berujung pada monopoli penegakan hukum.
“Pembagian fungsi harus tetap dijaga agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan dalam sistem peradilan pidana,” katanya.
Pemerintah dan DPR saat ini masih terus membahas RUU KUHAP sebagai bagian dari reformasi hukum acara pidana di Indonesia.