Jakarta - Pemerintah siap menghadapi kampanye hitam pegiat lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing terkait isu kehutanan untuk menjatuhkan citra Indonesia di mata internasional, ujar Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam Kementerian Kehutanan Darori. "Boleh saja kalangan LSM melontarkan kritik dan saran, tetapi hal itu harus dilakukan secara bertanggung jawab," katanya di Jakarta, Rabu. Selain itu, katanya, LSM asing yang beroperasi di Indonesia harus sesuai ketentuan hukum di Indonesia. "Pernah ada NGO (non-government organization) mengaku menemukan kuku harimau di toko emas dan disiarkan di seluruh dunia. Mereka juga menuduh Indonesia tidak 'concern' dengan harimau. Saya katakan jika dalam waktu 1 X 24 jam tidak meninggalkan Indonesia akan saya tangkap. Malam harinya mereka kabur. Ternyata takut juga," ujarnya. Dia juga mengatakan, ada pula kegiatan ilegal LSM asing yang mengaku menerima dana Rp75 miliar untuk membangun suatu daerah. Akan tetapi, katanya, ternyata setelah dicek, dananya justru disalahgunakan. Uang yang dipakai hanya untuk membangun satu gedung dengan nilai satu miliar rupiah dan bukan Rp75 miliar. Darori mensinyalir gencarnya tekanan-tekanan LSM asing kepada Indonesia serta industri pulp dan kertas nasional, tidak lepas dari persaingan dagang. Oleh karena itu, dia mengimbau para pengusaha agar melakukan persaingan dagang secara sehat. "Pernah ada berita kalau Asia Pulp & Paper (APP) merusak hutan, sampai kertas-kertas tisu kita pun ditolak. Saya jelaskan alasannya dan bahkan ketika saya cek ke lokasi hutan yang diduga dirusak, ternyata belum tersentuh. Ini fakta, bahwa dalam dunia perdagangan mungkin ada persaingan. Namun, kita harapkan adanya persaingan sehat," ujarnya. Pada kesempatan itu ia juga menampik anggapan bahwa Indonesia tidak berusaha melestarikan hutan dan lingkungan karena faktanya Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki hutan alam terbesar di dunia. "Selama menjabat Dirjen, saya diberi kesempatan berkeliling Eropa dan baru saja pulang dari New Zealand. Ternyata, di sana tidak ada hutan alam lagi, cuma hutan pinus dan hutan tanaman industri (HTI)," katanya. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Sofyan Wanandi mengatakan, jika melihat sejarah kehutanan di Indonesia, kontribusi terbesar kerusakan hutan justru disumbang investor Amerika, Jepang, Korea, dan Taiwan. Mereka adalah investor pertama di bidang kehutanan Indonesia . "Kita (pengusaha Indonesia, red.) yang harus cuci piring akibat kerusakan hutan. Ironisnya pada saat ini justru kita yang dimaki-maki LSM-LSM asing bahwa kita yang merusak hutan. Mengapa mereka tidak teriak-teriak dari dulu," katanya. Ia berharap, LSM asing itu mau berbagi data dan informasi seputar kerusakan hutan yang mereka kampanyekan itu. "Dan jangan hanya sekadar menyerang pengusaha atau kebijakan pemerintah," katanya. Saat ini, katanya, waktunya bersama-sama melihat Indonesia ke depan, bukan ke belakang yang artinya bukan lagi menuding siapa yang merusak lingkungan dan hutan. Upaya memperbaiki kerusakan hutan dan menjaga kelestarian lingkungan secara berkelanjutan, katanya, telah menjadi komitmen pemerintah dan pengusaha yang tertuang dalam KTT Perubahan Iklim di Bali 2010. Ia mengatakan, program konservasi hutan bernilai konservasi tinggi (HCVF) yang telah dicanangkan APP patut mendapat apresiasi tersendiri. Sebelumnya, Menteri Perdagangan Gita Wirjawan menyatakan bahwa pemerintah bertekad melawan kampanye hitam LSM asing terhadap perusahaan atau produk Indonesia yang dituding tidak ramah lingkungan. Menurut dia, pemerintah akan terus melawan dengan melakukan sosialisasi dan mengedukasi baik di dalam maupun di luar negeri bahwa Indonesia menunjukkan komitmen untuk menjaga lingkungan dan melestarikan hutan. "Siapa pun (LSM asing, red.) boleh gencar, kita (pemerintah, red.) juga akan terus gencar 'meng-counter'. Selama ini kita masih melakukan dalam batas wajar sesuai peraturan," ujar Gita.(*)
Pemerintah Siap Hadapi Kampanye Hitam LSM Asing
Rabu, 6 Juni 2012 14:23 WIB