Jakarta (ANTARA) - Sejak dikontrak PSSI pada 28 Desember 2019, sudah lima tahun Shin Tae-yong mengasuh timnas sepak bola Indonesia.
Orang Korea pertama yang melatih Indonesia itu adalah salah satu pelatih paling lama yang menangani Garuda.
Sebelum dia, ada Antun Pogacnik yang melatih Indonesia pada 1954-1963, E.A. Mangindaan pada 1966-1970 dan Bertje Matulapelwa dari 1985 sampai 1989.
Tapi waktu efektif Shin menangani timnas sama dengan masa kepelatihan Opa Mangindaan dan Bertje Matulapelwa, karena sepanjang 2020 sepak bola Indonesia vakum akibat pandemi Covid-19.
Shin baru menjalani debut sebagai pelatih Indonesia pada 25 Mei 2021 ketika Garuda menyerah 2-3 kepada Afganistan dalam laga persahabatan.
Kala itu, Indonesia masih berperingkat 173, sedangkan Afganistan 149. Kini peringkat Indonesia sudah naik menjadi 127.
Dalam kata lain, selama efektif empat tahun menangani Garuda, Shin telah membantu Indonesia menaikkan 46 peringkat.
Laju kenaikan peringkat pada periode Shin adalah yang paling menanjak, termasuk dibandingkan periode September 1995 - September 1998 ketika peringkat Indonesia menanjak dari 120 menjadi 76, yang sampai kini menjadi peringkat FIFA tertinggi yang pernah dicapai Indonesia.
Pada periode itu, Indonesia berturut-turut dilatih oleh Romane Matte, Andi M. Teguh, Danurwindo, Henk Wullems, dan Rusdy Bahalwan.
Shin sendiri tak tiba-tiba menaikkan kinerja Garuda. Tapi, strategi PSSI mengikat Shin dalam kontrak jangka panjang ampuh menaikkan performa timnas.
Di luar negeri, pelatih timnas hampir selalu diikat dalam masa kontrak yang lama. Salah satu tujuannya adalah membangun fondasi tim yang kuat, yang kalau bisa dibarengi dengan identitas bermain yang jelas.
Shin pun begitu. Tapi berubah kuatnya Indonesia sangat dipengaruhi oleh strategi mengaryakan pemain diaspora, terutama 2023 ketika jumlah terbesar pemain naturalisasi terjadi tahun itu.
Sampai 2024, sudah sekitar 17 pemain naturalisasi direkrut Indonesia.
Mark Klok adalah pemain naturalisasi pertama era Shin Tae-yong, sedangkan Eliano Reijnders menjadi pemain naturalisasi terakhir yang masuk skuad Garuda.
Namuni, bersama Jens Raven, Eliano belum pernah memainkan satu pun pertandingan bersama Garuda.
Kiprah pemain-pemain naturalisasi turut melesatkan peringkat Indonesia sampai pernah mencapai 125. Tapi kalah dua kali dalam Piala Asean 2024, peringkat itu melorot lagi menjadi 127.
Semangat bertanding
Shin yang menurunkan pemain timnas U-22 kembali gagal mempersembahkan trofi Asia Tenggara itu.
Namun, dari segi permainan, kecuali melawan Vietnam, tim muda Indonesia lebih atraktif ketimbang lawan-lawannya yang menurunkan tim senior.
Bahkan saat harus bertanding dengan 10 pemain ketika melawan Laos dan Filipina, tim muda Indonesia tampil lebih dominan baik dalam penguasaan bola maupun penciptaan peluang.
Tetapi imbuhan paling revolusioner dari Shin untuk Garuda, adalah kuat dan tingginya fighting spirit atau semangat bertanding pada pemain-pemain timnas kendati tim-tim yang dihadapi Indonesia lebih kuat.
Skuad Garuda menjadi sangat percaya diri dan tak menyerah termasuk kala bangkit dari posisi sudah diungguli lawan.
Kiprah mereka selama 2024 membuktikan semua itu.
Walau memulai 2024 dengan kekalahan dalam tiga laga persahabatan dan tiga kekalahan dalam Piala Asia 2023 termasuk dicukur 0-4 oleh Australia dalam babak 16 besar, Indonesia perlahan bangkit dalam 11 laga berikutnya, di luar empat laga Piala Asean.
Catatan Garuda dalam sebelas laga itu adalah 4 kali menang, 4 kali seri, dan 3 kali kalah.
Walau kalah dari Irak pada babak kedua Kualifikasi Piala Dunia 2026, lalu dari China dan Jepang dalam babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026, Indonesia membuat rangkaian kejutan selama tahun ini.
Mereka dua kali memperdaya Vietnam, lalu berturut-turut mengimbangi Arab Saudi, Australia dan Bahrain yang dua di antaranya terjadi di kandang lawan.
Bahkan walau kalah 1-2 di China, Garuda adalah tim yang lebih menekan dan lebih menguasai bola.
Puncaknya, mereka menang 2-0 atas Arab Saudi yang berperingkat 59, pada 19 November 2024.
Itu kemenangan pertama Indonesia atas Saudi, yang juga momentum besar yang menguatkan optimisme bahwa Garuda bisa mengalahkan tim berperingkat jauh di atasnya.
Tetapi semua lawan Garuda dalam babak ketiga Kualifikasi Piala Dunia memang berperingkat lebih tinggi, termasuk Jepang yang nomor satu di Asia dan langganan putaran final Piala Dunia.
Perjalanan manis selama 2024 itu ada hubungannya dengan gelombang berikutnya pemain naturalisasi, mulai Jay Idzes, Nathan Tjoe-A-On, Ragnar Oratmagoen, Thom Haye, Maarten Paes, Calvin Verdonk, Kevin Diks, sampai Mees Hilgers. Belum termasuk Jens Raven dan Eliano Reijnders.
Kebanyakan dari mereka adalah pemain-pemain inti dalam klub-klubnya di Belanda, Belgia, Denmark, dan Amerika Serikat.
Normal baru
Dengan posisi mereka sebagai kiper, bek tengah, bek sayap, dan gelandang, mereka kerap menjadi starter, termasuk dalam lima laga terakhir klub-klub mereka musim ini.
Mereka sungguh opsi-opsi bagus bagi Garuda, apalagi sebagian dari mereka tengah di puncak penampilan bersama klub-klub mereka, walau cuma FC Copenhagen yang berada di papan atas, klub yang dibela Kevin Diks.
Bersama Copenhagen yang memuncaki klasemen Liga Denmark, Kevin yang membuat debut bersama Garuda kala ditaklukkan 0-4 oleh Jepang, mencetak sebuah gol ketika Copenhagen mengalahkan Hearts dalam Liga Conference Europa. Dia juga starter pada empat dari lima laga terakhir Copenhagen.
Bayangkan bakal seperti apa nanti Garuda ketika mereka memperkuat lagi Indonesia kala dijamu Australia pada 20 Maret 2025, menjamu Bahrain lima hari kemudian, dan menjamu China pada 5 Juni.
Tapi energi terbesar yang dipompakan Shin Tae-yong ke dalam timnas Indonesia adalah kemampuannya dalam menularkan semangat bertempur.
Virus kebaikan itu kian ganas merasuki sukma skuad Garuda setelah distimulasi pemain-pemain diaspora yang memang terbiasa dengan atmosfer kompetisi keras dan kompetitif ala Eropa.
Virus itu kini menular ke mana-mana, sampai menjangkiti pemain-pemain produk lokal yang tengah bermain di Indonesia termasuk bek tengah Rizky Ridho dan tengah memperkuat tim asing seperti Marselino Ferdinan.
Semangat bertempur itu juga menginfeksi pemain-pemain junior sampai Indonesia membuat kejutan besar ketika untuk pertama kali masuk Piala Asia U-23 hingga mencapai babak semifinal dan hampir merebut tiket Olimpiade Paris 2024.
Pencapaian-pencapaian itu tak mungkin diabaikan, bahkan saat diwawancarai media Korea Selatan, Best Eleven, pada 26 Desember, Ketua Umum PSSI Erick Thohir sampai berterima kasih kepada Shin.
Kenyataannya, Shin, bersama Erick dan jajarannya, telah membangun "normal baru" dalam timnas Indonesia di mana Garuda kini menjadi tim yang siap bertarung habis-habisan, tak peduli lawan dan kondisi yang dihadapinya.
Dalam wawancara dengan FIFA awal September 2024, Shin mendiagnosis "penyakit" timnas Indonesia, yakni tiadanya semangat bertempur.
Shin berusaha menyingkirkan benalu itu, dan sejauh ini berhasil.
Kini, seperti diungkapkan Shin dalam wawancara FIFA itu, pemain-pemain timnas Indonesia selalu siap memberikan segalanya dan bermain tak kenal lelah sampai laga benar-benar berakhir.
Tapi Shin juga menyadari dukungan PSSI sentral dalam menciptakan "normal baru" itu.
Kesadaran itu membuat langkah Shin terus selaras dengan PSSI, khususnya Erick Thohir yang paham bagaimana mengelola tim sepak bola karena pernah mengurusi salah satu klub raksasa di Eropa, Inter Milan, selain klub-klub lain.
Kekompakan keduanya membuahkan sebuah tim sepak bola yang kohesif dan padu yang tahun depan siap menghasilkan buah lebih besar nan lebih manis untuk dipetik Indonesia.
Shin Tae-yong dan kepak sayap Garuda selama 2024
Oleh Jafar M Sidik Minggu, 29 Desember 2024 14:27 WIB