Surabaya (ANTARA) - "Cak, Cak, Cak..." Itulah suara khas yang terdengar ketika kita melihat pertunjukan Tari Kecak Bali, sebagai sebuah seni drama tari yang biasanya diperankan oleh 50-150 penari.
Para penari yang sebagian besar pria itu duduk bersila membentuk sebuah lingkaran. Mereka mengenakan pakaian khas berupa kain sarung dan kain kotak yang memiliki warna hitam putih, melingkari pinggang penari.
Tarian yang dipertunjukkan ketika ada acara besar, menyambut tamu, ataupun momentum lainnya itu, diangkat dari Epos Ramayana, mengenai satu kisah cinta abadi Rama dan Shinta. Ada juga perjuangan untuk mempertahankan cinta dan kehormatan. Kisah ini melegenda di kalangan masyarakat Bali, bahkan juga mendunia.
Tari tradisional yang diciptakan oleh seniman Bali Wayan Limbak itu sudah ada sejak kisaran tahun 1930 atau hampir satu abad, namun keberadaannya, hingga kini tetap fenomenal dan memukau.
Kini, atraksi tradisi itu dihadirkan secara rutin di kawasan The Nusa Dua oleh badan usaha milik negara (BUMN) PT Pengembangan Pariwisata Indonesia atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC) untuk mendorong kunjungan wisatawan datang ke Pulau Dewata.
Sejak Jumat, 10 Maret 2023, Tari Kecak dan Barong tampil di Taksu Art Stage, yang merupakan fasilitas terbaru untuk berbagai pementasan budaya setiap hari Jumat petang di Pulau Peninsula The Nusa Dua.
Pertunjukan Kecak yang rutin di ITDC Nusa Dua itu diawali dengan pementasan Tari Barong, lalu dilanjutkan dengan pertunjukan Kecak yang menyuguhkan penampilan atraktif dari para penari.
Pementasan Kecak yang melibatkan 65 seniman asal Nusa Dua itu sudah mengalami proses regenerasi. Pementasan pada Jumat (13/12/2024) itu banyak melibatkan penari Kecak yang berusia muda.
"Saya lihat kayaknya sudah mulai ada regenerasi penari Kecak dari yang tua ke generasi muda. Itu, bagus. Tapi, pemain muda kayaknya perlu penonton yang banyak agar semangat," ujar bu Alya, dari Surabaya, saat menyaksikan pementasan Tari Kecak di ITDC, Badung-Bali, bersama suami dan dua anaknya.
Bahkan, anak laki-lakinya tampak bersemangat menirukan beberapa adegan penari dalam pementasan di Taksu Art Stage yang berdiri di atas lahan seluas 1.386 m2 dengan kapasitas 600 orang penonton itu. "Benar, anak muda perlu diperkenalkan dengan budaya agar tradisi, seperti Kecak, bisa terus lestari, baik melalui pementasan langsung maupun melalui dunia digital secara masif," katanya.
Kecak kontemporer
Selain Tari Kecak yang tradisional, ternyata atraksi kontemporer atau modern juga ada, seperti di kawasan perbelanjaan di Jalan Danau Tamblingan, pesisir Sanur, Denpasar Selatan, pada Sabtu (14/12/2024).
Bedanya, Tari Kecak Tradisional di ITDC Nusa Dua diselenggarakan rutin pada setiap Jumat Petang, sedangkan Tari Kecak Kontemporer di Sanur hanya bersifat insidentiil, ketika ada momentum tertentu, seperti rangkaian acara grand opening Icon Bali pada 14-15 Desember.
Bedanya lagi, Tari Kecak tradisional menggunakan alunan "Cak, Cak..." dari suara asli (mulut), sedangkan Tari Kecak kontemporer menggunakan alunan suara dari audio, bahkan pementasan tarian juga menggunakan fantasi yang atraktif dari audio visual.
"Kalau Tari Kecak kontemporer, memang tidak rutin, tapi hanya momentum tertentu, seperti kali ini diadakan dalam rangkaian grand opening yang juga ada pertunjukan audi visual bertajuk Fantasi Sunset di Laut," kata staf Icon Bali, Wayan.
Meskipun Tari Kecak tidak rutin, pusat perbelanjaan itu memiliki pementasan rutin, yakni Tari Ramayana kontemporer. "Tari Ramayana Kontemporer dipentaskan di Amphitheater, Beach Floor, pada setiap hari jam 19-an," ucap dia, menjelaskan.
Agaknya, pementasan Tari Kecak di ITDC (tradisional) maupun Tari Kecak di Icon Bali (kontemporer) merupakan pelestarian budaya yang penting, apalagi Bali merupakan kawasan wisata yang tidak hanya memiliki kekayaan alam, namun juga kekayaan budaya.
Apalagi, Pulau Bali sebagai kawasan tujuan wisata selalu menjadi target kunjungan wisatawan, bahkan sepanjang tahun selalu saja ada ajang internasional. Tahun 2024 ada Konferensi Jaksa ASEAN, olahraga lari internasional, Konferensi Pariwisata PBB (UNWTO), World Water Forum (Forum Air Dunia/WWF ke-10), dan pameran pariwisata (Bali and Beyond Travel Fair 2024).
Khusus Tari Kecak di Bali, selain di Nusa Dua (ITDC, Badung) dan Sanur (Denpasar), juga dapat dinikmati di kawasan Pura Uluwatu, Pantai Melasti, Desa Batubulan (Gianyar), Ubud (Gianyar), kawasan Garuda Wisnu Kencana atau GWK (Kuta Selatan, Badung), dan Tanah Lot (Kediri, Tabanan).
Hampir semua Tari Kecak itu dipentaskan dengan fantasi sunset (petang hari), jadi tinggal memilih untuk menikmati tarian yang tradisional atau kontemporer. Ada satu hal yang sama dan menjadi keunikan dari Tari Kecak, yakni penggunaan suara manusia sebagai instrumen musiknya, yang penarinya duduk berbaris membentuk lingkaran dan mengucapkan bunyi “cak-cak-cak” yang terus berulang.
"Ini adalah pertunjukannya ysng sangat keren dan sangat berkesan, apalagi pementasannya berlatar sunset. Lebih dari itu, banyak juga turis yang menonton dan mereka mengaku sangat senang, jadi menikmati Kecak itu, kita seperti bukan di Indonesia saja," kata Andika, pelajar dari Boyolali.