Nilai sebuah Bangsa
Ada sebuah pepatah kuno: "Jika kau ingin tahu nilai sebuah bangsa, lihatlah bagaimana ia memperlakukan yang paling lemah di antara mereka."
Dan di sinilah bangsa yang besar ini, diuji oleh segelas es teh. Semua dipertanyakan tentang apakah kehormatan itu hanya milik mereka yang berjas rapi? Apakah ucapan baik hanya layak diberikan pada yang berdiri di mimbar megah?
Tokoh-tokoh di negeri ini, mereka yang memimpin dengan kata-kata, harus memahami bahwa setiap ucapan adalah benih yang ditanam di hati orang-orang.
Kata yang salah dapat meruntuhkan jiwa, namun kata yang benar bisa mengangkat seseorang hingga ke langit.
Pedagang kecil itu, ia adalah cerminan semua. Jika bangsa ini gagal menghormatinya, maka semua pun sedang gagal menghormati diri sendiri.
Bangsa ini, yang lahir dari darah dan air mata perjuangan, seharusnya memahami nilai dari mereka yang bekerja keras dalam sunyi.
Di balik setiap gelas es teh, ada sejarah panjang yang harus dihormati oleh semua. Dan mungkin, dari hal sederhana seperti itu, semua bisa belajar untuk menata ulang hati dan lisan semua yang kadang terlalu keras menilai, terlalu cepat menghakimi.
Sebagai manusia, semua perlu lebih sering menundukkan kepala, melihat mereka yang ada di bawah, bukan untuk merendahkan, tetapi untuk menyadari bahwa semua berdiri di bumi yang sama.
Tidak ada manusia yang terlalu kecil untuk dihormati. Tidak ada pekerjaan yang terlalu sederhana untuk dihargai.
Seandainya es teh itu bisa berbicara, mungkin ia akan berkata, "Jangan lihat aku dari hargaku, tapi lihatlah aku sebagai cerminan kerja keras sesosok manusia."
Dan bukankah itu yang paling indah dari hidup? Melihat manusia lain sebagai manusia, bukan sebagai label, bukan sebagai status, bukan sekadar angka.
Namun, bukan hanya tokoh yang harus bercermin. Seluruh bangsa ini, masyarakatnya, pun perlu bertanya pada diri sendiri tentang bagaimana bersikap terhadap mereka yang bekerja keras demi sesuap nasi?
Sudahkah memberi penghargaan yang layak, atau justru menjadi bagian dari ketidakadilan yang terus berulang?
Bangsa ini harus belajar mencintai kembali. Bukan hanya mencintai yang indah, tetapi juga yang sederhana, yang tak kasat mata, yang dianggap tak berharga.
Semua harus belajar bahwa bangsa ini tidak dibangun oleh mereka yang berdiri di puncak piramida, tetapi oleh ribuan tangan yang menopangnya dari bawah.
Pedagang es teh itu, dalam diamnya, adalah salah satu pilar bangsa ini.
Setiap tindakan kecil dari seseorang bisa berarti besar bagi orang lain. Sebuah senyuman untuk seorang pedagang kecil. Sebuah sapaan hangat bagi mereka yang sehari-hari tak sengaja ditemui di jalan.
Segelas es teh dan martabat yang tak terbeli
Jumat, 6 Desember 2024 10:41 WIB