Surabaya (ANTARA) - Tim ekonomi Presiden Terpilih Prabowo Subianto menenuhi undangan DPP Federasi Serikat Pekerja Logam, Elektronik dan Mesin (FSP LEM) SPSI untuk mendiskusikan 'Dampak Kendaraan Elektronik Berbasis Baterei' (Battery Electric Vehicles, BEV), di Harris Convention Hall, Summarecon, Bekasi, Kamis (19/9) siang.
Ketua KSPSI Moh. Jumhur Hidayat berharap kebijakan elektrifikasi kendaraan bermotor itu diterapkan secara bertahap karena bisa mengakibatkan 1 juta tenaga kerja kehilangan pekerjaan.
Selain itu, industri otomotif kita juga belum siap, sehingga dikhawatirkan bisa menimbulkan banyak kecelakaan kerja.
Jika alasannya untuk menurunkan emisi, menurut Jumhur, bisa dikompensasikan dengan kebijakan menanam pohon, misalnya, produksi 3 mobil wajib tanam 1 pohon.
"Ini justru bisa menambah perekrutan tenaga kerja sekaligus mengurangi produksi karbon," terang Jumhur seraya menambahkan kegiatan yang dilakukannya itu merupakan bagian dari policy input karena disampaikan pemerintah yang akan datang menjanjikan setiap perencanaan berbasis science dan pengetahuan.
Menanggapi pernyataan Ketua Umum KSPSI Moh. Jumhur Hidayat itu, anggota Dewan Pakar Tim Ekonomi Prabowo Subianto, Prof Dr Darwin Ginting, S.H., M.H., meminta kalangan buruh atau pekerja di industri otomotif tidak resah karena presiden terpilih tidak akan mempersulit anak bangsa, dan tidak ingin ada orang miskin di republik ini.
Prof Darwin Ginting mengingatkan, pemerintah harus mencegah kerusakan lingkungan, dan mobil listrik tentu terkait dengan upaya mengurangi tingginya emisi.
Namun demikian, Darwin meminta para pekerja tidak berpikir akan adanya PHK massal. "Semuanya sudah dipikirkan," tegas Darwin.
Senada dengan Prof Darwin Ginting, Staf Ahli Tim Ekonomi Prabowo Subianto, Agung C. Wibowo menegaskan, pihaknya akan mengolah setiap masukan untuk kebijakan ekonomi pemerintah sebagaimana disampaikan KSPSI.
Agung yang sudah malang melintang di industri otomotif nasional ini mengemukakan, bahwa penyebab polusi tertinggi bukan dari kendaraan bermotor, karena itu elektrifikasi kendaraan bukan kebutuhan mendesak.
"Kredit karbon kita masih plus, masih cukup baik untuk mensubsidi karbon kredit di dunia," terang Agung.
Meski demikian Agung mengingatkan para pekerja di industri otomotif untuk meningkatkan skill dan pengetahuannya agar bisa mengikuti perkembangan teknologi.
Sebelumnya akademisi ITB Dr Ir Agus Purwadi, M.T. menyampaikan bahwa China, Eropa, dan AS adalah negara yang paling serius mempersiapkan diri mengalihkan industri otomotif dari berbasis energi fosil ke elektrik.
Menurut Agus, China yang paling serius karena menyiapkan 230 miliar dolar AS untuk mengembangkan industri otomotif listrik, mulai dari infrastruktur, regulasi, hingga salesnya.
"Target China adalah pasar dalam negeri sendiri yang memang besar," ungkap Agus.
Namun demikian, Agus tidak memungkiri jika invasi produksi kendaraan listrik China mencemaskan produsen kendaraan sejenis di Eropa dan AS. Sementara di Indonesia sendiri jumlah pasar mobil dan motor listrik baru mencapai 1 persen.