Aparat Kepolisian Resort Trenggalek, Jawa Timur telah menahan seorang oknum pensiunan guru yang diduga menyelewengkan (korupsi) dana bantuan operasional sekolah (BOS) semasa dia masih bertugas di salah satu sekolah dasar daerah itu pada kurun tahun anggaran 2017-2019.
"Total (taksir) kerugian negara yang diselewengkan sekitar Rp514 juta. Untuk tersangka sudah kita amankan (tahan)," kata Kasatreskrim Polres Trenggalek, AKP Zainul Abidin di Trenggalek, Senin.
Oknum pensiunan guru dimaksud disebut dengan inisial RG (58).
Hasil analisa dan evaluasi penyelidikan hingga penyidikan polisi, RG tidak melakukan korupsi sendirian, namun bersama oknum kepala sekolah saat itu.
"Ini splitsing (pemisahan) berkas pertama. Tersangka utama yakni ST, kepala sekolah itu sudah meninggal dunia," kata Zainul.
Saat itu, lanjut dia, tersangka RG menjabat sebagai bendahara sekolah.
Zainul menyebut sekolah itu menerima dana BOS hibah dari Gubernur Jawa Timur melalui kepala satuan pendidikan dasar Kabupaten Trenggalek saat itu.
Rincian dana BOS yang diterima adalah Rp848 juta pada tahun anggaran 2017, Rp845,8 juta pada tahun anggaran 2018 dan Rp812 juta pada tahun anggaran 2019.
Total dana BOS yang diterima sekolah sebanyak Rp2,505.8 miliar kurun waktu tiga tahun.
"Setelah diaudit negara mengalami kerugian Rp514 juta rentang waktu tiga tahun tersebut," imbuhnya.
Dalam aksinya, bendahara bersama kepala sekolah pada masa itu melakukan berbagai modus untuk menyunat bantuan dari pemerintah itu.
Modusnya mulai dari penggelembungan (mark up) harga pada pembelian barang di sejumlah penyedia, memberikan bukti pendukung fiktif hingga tidak melengkapi bukti pendukung yang sah.
"Bahkan sebagian tanda tangan dalam penerimaan daftar penerima honorarium dipalsukan. Sebagian nota dari nota ditandatangani dan distempel sendiri, sebagian nota dikembalikan ke toko penyedia," ujarnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, emak-emak itu harus menginap di hotel prodeo.
Dia diancam dengan undang-undang tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara minimal empat tahun penjara dan hukuman maksimal seumur hidup.
"Alasannya uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ia terancam pidana minimal empat tahun maksimal seumur hidup," katanya.
Hasil analisa dan evaluasi penyelidikan hingga penyidikan polisi, RG tidak melakukan korupsi sendirian, namun bersama oknum kepala sekolah saat itu.
"Ini splitsing (pemisahan) berkas pertama. Tersangka utama yakni ST, kepala sekolah itu sudah meninggal dunia," kata Zainul.
Saat itu, lanjut dia, tersangka RG menjabat sebagai bendahara sekolah.
Zainul menyebut sekolah itu menerima dana BOS hibah dari Gubernur Jawa Timur melalui kepala satuan pendidikan dasar Kabupaten Trenggalek saat itu.
Rincian dana BOS yang diterima adalah Rp848 juta pada tahun anggaran 2017, Rp845,8 juta pada tahun anggaran 2018 dan Rp812 juta pada tahun anggaran 2019.
Total dana BOS yang diterima sekolah sebanyak Rp2,505.8 miliar kurun waktu tiga tahun.
"Setelah diaudit negara mengalami kerugian Rp514 juta rentang waktu tiga tahun tersebut," imbuhnya.
Dalam aksinya, bendahara bersama kepala sekolah pada masa itu melakukan berbagai modus untuk menyunat bantuan dari pemerintah itu.
Modusnya mulai dari penggelembungan (mark up) harga pada pembelian barang di sejumlah penyedia, memberikan bukti pendukung fiktif hingga tidak melengkapi bukti pendukung yang sah.
"Bahkan sebagian tanda tangan dalam penerimaan daftar penerima honorarium dipalsukan. Sebagian nota dari nota ditandatangani dan distempel sendiri, sebagian nota dikembalikan ke toko penyedia," ujarnya.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, emak-emak itu harus menginap di hotel prodeo.
Dia diancam dengan undang-undang tindak pidana korupsi dengan ancaman pidana penjara minimal empat tahun penjara dan hukuman maksimal seumur hidup.
"Alasannya uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, ia terancam pidana minimal empat tahun maksimal seumur hidup," katanya.