Situbondo (ANTARA) - Tenaga Ahli Hiperbarik Laksamana (Purn) TNI AL Prof. DEA Dr. M. Guritno Suryokusumo mengatakan hampir 35 penyakit bisa disembuhkan dengan metode pengobatan terapi oksigen hiperbarik.
"Hampir 35 jenis penyakit bisa disembuhkan melalui hiperbarik, contohnya saya lumpuh hemiparesis. Saya hanya obati dengan hiperbarik sebanyak 30 kali dalam waktu tiga minggu, saya sembuh," katanya saat menghadiri peluncuran layanan kesehatan Terapi Oksigen Hiperbarik di RSUD dr. Abdoer Rahem Situbondo, Jawa Timur, Rabu.
Layanan kesehatan baru Terapi Oksigen Hiperbarik atau Hyperbaric Oxygen Therapy di rumah sakit milih Pemkab Situbondo ini merupakan metode pengobatan dengan cara memberikan oksigen murni di ruangan khusus (tabung) bertekanan tinggi.
Profesor Guritno mengaku bangga dengan Pemerintah Kabupaten Situbondo yang telah meresmikan pelayanan Terapi Oksigen Hiperbarik.
"Sejak saya pangkat kopral berada di sini, di Puslatpur Marinir 5/Baluran pada tahun 90-an, baru kali ini ada pelayanan hiperbarik," ucapnya.
Profesor Guritno menceritakan ide menyediakan layanan terapi oksigen hiperbarik di RSUD dr. Abdoer Rahem ini sudah delapan tahun yang lalu, namun baru terealisasi pada era kepemimpinan Bupati Karna Suswandi.
Layanan kesehatan hiperbarik sangat strategis, mengingat banyak penyelam tingkat nasional maupun internasional yang menyelam di laut Situbondo, termasuk latihan selam TNI AL dilaksanakan di Situbondo.
"Hadirnya hiperbarik ini akan menarik para penyelam, baik yang di Indonesia hingga mancanegara," ujarnya.
Menurut Profesor Guritno, alat hiperbarik pertama ditemukan hanya sebagai alat terapi kelainan akibat menyelam di bawah air, seperti dekompresi yang bisa berujung kelumpuhan, namun saat ini manfaat hiperbarik juga untuk klinis.
Ia bersyukur karena saat ini rumah sakit milik pemerintah daerah bisa memberikan pelayanan terapi hiperbarik, sehingga saat ada kecelakaan yang diakibatkan karena menyelam bisa langsung ditangani.
"Waktu saya jadi Kapten di Puslatpur Marinir 5/Baluran dulu, kalau ada kecelakaan selam, kami rujukannya ke Surabaya dan itu membutuhkan waktu lama," tuturnya.
Agar pelayanan terapi hiperbarik bisa bekerja optimal, Profesor Guritno mengusulkan agar rumah sakit juga menyediakan sumber oksigen berupa generator, karena oksigen hiperbarik harus berdiri sendiri.
"Harus punya sumber oksigen sendiri yaitu oksigen generator. Saya usulkan yang terendah saja yakni 100 LPM, karena kalau oksigennya habis kita masih butuh waktu untuk beli ke Surabaya," katanya.
Sementara itu, Direktur RSUD dr Abdoer Rahem Situbondo, dr Roekmi Prabarini, mengatakan, pelayanan hiperbarik menyesuaikan dengan tipikal Situbondo sebagai kota selam yang sifatnya nasional dan internasional.
"Situbondo seringkali ditempati latihan gabungan dari berbagai negara, sepanjang 155 kilometer laut Situbondo ini terdapat banyak nelayan, jadi kehadiran hiperbarik ini tidak semata-mata untuk mencari keuntungan namun untuk kepentingan masyarakat," katanya.(*)