Surabaya (ANTARA) - Khatib Shalat Idul Adha 1445 H Masjid Nasional Al Akbar Surabaya (MAS) Drs Mufi Imron Rosyadi menyatakan Hari Raya Idul Adha menjadi pengingat bagi setiap umat Islam agar senantiasa "menyembelih" atau memerangi hawa nafsu, demi menegakkan perintah Allah.
"Berkurban di zaman Nabi Ibrahim berbeda dengan zaman sekarang, perintah menyembelih Nabi Ismail diganti dengan perintah menyembelih hewan yang dimaknakan menyembelih nafsu menumpuk. Berkurban itu berat, karena kita terlalu cinta hal-hal selain Allah," kata Mufi Imron dalam keterangan yang diterima di Surabaya, Senin.
Ia menyebut tiga nafsu yang dimaksud adalah cinta terhadap harta, jabatan, dan kedudukan.
Dalam kitab Nasaihul Ibad, kata dia, disebutkan bahwa Rasulullah khawatir keadaan umatnya, lantaran terlalu mencintai sejumlah hal, yakni cinta dunia menyebabkan lupa akhirat, dan cinta hidup menyebabkan lupa mati.
Kemudian, cinta harta menyebabkan lupa perhitungannya, terlalu cinta gedung mewah menyebabkan lupa kuburannya, dan terlalu cinta makhluk menyebabkan lupa Penciptanya.
"Islam memperbolehkan kita senang kehidupan dunia, tapi Islam melarang terlalu senangnya terhadap dunia, hingga menyebabkan lupa akhirat," ujarnya.
Oleh karena itu, pria yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur itu menyebut seorang Muslim semestinya menyadari bahwa setiap kebahagiaan yang bersifat duniawi ada masanya dan bisa hilang sewaktu-waktu.
"Pegawai, pejabat akan meletakkan jabatan, pensiun dan berlangsung menua dan akhirnya juga meninggal. Pengusaha juga akan menua dan akan meninggal, tidak dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun," ucapnya.
Mufi Imron juga menjelaskan ibadah Shalat Idul Adha merupakan rangkaian ibadah dalam mengajarkan kepasrahan, bersama haji dan kurban.
"Kita serasa tidak puas kalau tidak bisa ikut shalat Idul Adha di masjid atau di tanah lapang, seperti sekarang ini," ujarnya
"Saat ini, jamaah haji Indonesia sekitar 241.000 di antara sekitar 3 jutaan Muslim beribadah haji yang antrean haji di Jatim sampai 34 tahun untuk menunggu," lanjutnya.
Ibadah haji memberikan pelajaran penting tentang kepasrahan hidup, sekaligus pembelajaran penting menuju kematian dan kehidupan akhirat.
Kedua, pakaian yang digunakan saat haji pun berwarna putih, seperti kain kafan untuk orang meninggal.
"Jamaah haji ketika hendak berangkat haji dikumandangkan suara azan dan dibacakan iqomah, seperti orang meninggal saat berada di dalam liang lahat, sebelum ditimbun dengan tanah liat," ucapnya.
Ketiga, orang yang pergi haji meninggalkan semua, seperti orang yang mau menuju kematian, seakan meninggalkan semuanya.
Keempat, dalam ibadah haji ada wukuf di Padang Arofah yang mengingatkan kita mengenai keadaan di padang mahsyar di kehidupan setelah kematian.