Pengurus Lokalisasi Tulungagung Merasa Tidak Dilibatkan
Jumat, 16 Desember 2011 8:58 WIB
Tulungagung - Sejumlah pengurus di Lokalisasi Kaliwungu, Kabupaten Tulungagung merasa tidak dilibatkan dalam proses pengentasan dan pemberdayaan ratusan pekerja seks komersial (PSK), yang bermuara pada rencana penutupan dua lokalisasi yang ada di daerah tersebut.
Menurut Ketua Pengurus Lokalisasi Kaliwungu, Eko Widodo, Jumat, pihaknya tidak pernah diajak berdialog oleh pihak pemerintah daerah setempat, untuk alih fungsi lahan bekas lokalisasi pascapenutupan kelak, seperti yang dikatakan Bupati Heru Tjahjono.
"Kalau Bupati mengatakan pernah mengajak kami dialog, tolong disebutkan kapan itu waktunya. Kami sebagai pengurus merasa tidak pernah dilibatkan sama sekali," ujarnya.
Eko menambahkan, yang pernah datang ke pengurus lokaliasasi justru petugas Dinas Sosial Provinsi Jatim yang dengan arogan menegaskan akan menutup lokalisasi Kaliwungu. Kedatangan mereka justru menyulut kemarahan penghuni lokalisasi dan memicu sikap melawan dari para penghuni.
"Pernah datang petugas dinas sosial provinsi dan menjabarkan program terkait rencana penutupan lokalisasi ini, tanpa memberi kesempatan kami untuk berdialog. Itu yang membuat para penghuni marah dan menimbulkan resistensi," katanya.
Diakui Eko, sejak tahun 2004 silam Pemkab Tulungagung melalui Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah melakukan program pelatihan kepara para PSK. Namun, Program ini tidak pernah berhasil untuk mengentaskan para PSK dari pekerjaannya.
Bahkan, lanjut dia, alat-alat yang dihibahkan pemerintah ketika itu, berupa alat masak dan peralat salon, justru dijual oleh para PSK. Para PSK juga tidak pernah bekerja sebagai mana diberikan dalam pelatihan, dan memilih kembali menjadi PSK.
"Kalau dikatakan program pelatihan itu sudah ada yang mengentaskan PSK, PSK yang mana. Alat-alat yang dihibahkan pemerintah, justru dijual oleh para PSK dan mereka kembali ke pekerjaan lamanya," ujarnya.
Dari tahun ke tahun jumlah PSK penghuni lokalisasi Kaliwungu memang terus mengalami penurunan. Kondisi ini dipicu karena faktor ekonomi yang semakin membaik, dan banyak di antara PSK yang menikah lalu berhenti dari pekerjaannya.
"Semakin baik keadaan ekonomi maka PSK juga akan terus mengalami penurunan. Namun di lokalisasi Kaliwungu, banyak PSK yang berhenti karena menikah dengan pelanggannya, atau memang karena tobat," jelasnya.
Namun, Eko tidak menegaskan apakah menolak atau mendukung rencana pengentasan sekaligus pemberdayaan para pekerja seks yang berujung pada rencana penutupan secara penuh lokalisasi tersebut. Ia mengaku masih ingin menunggu perkembangan dan inisiatif dari pemerintah daerah.
Eko hanya berharap, ada proses pergantian pekerjaan bukan hanya para PSK, namun juga ratusan orang yang menyandarkan penghidupannya dari keberadaan lokalisasi Kaliwungu.
"Ibarat kata, dirikan dulu pabrik dan jadikan semua penghuni lokalisasi sebagai karyawannya. Tidak usah ditutup, semua pasti akan berhenti dengan sendirinya," tegasnya.(*)