Jember (ANTARA) - Rapat kerja nasional (Rakernas) Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara (APTHN-HAN) 2024 memberikan sejumlah rekomendasi terkait dengan penataan kabinet presidensial di Indonesia.
"Dalam Rakernas itu juga dipaparkan dan ditetapkan hasil kajian yang disusun oleh Tim Pengkaji APHTN-HAN terkait tema 'Penataan Kabinet Presidensial di Indonesia: refleksi dan proyeksi konstitusional'," kata Sekretaris Jenderal APHTN-HAN Prof. Bayu Dwi Anggono dalam keterangan tertulis yang diterima di Kabupaten Jember, Senin.
Rakernas yang diselenggarakan pada 26-28 April 2024 di Makassar itu merupakan agenda rutin tahunan organisasi sebagai mandat Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga yang dihadiri para perwakilan pengurus wilayah/daerah dari 35 provinsi dan juga para pengurus pusat.
Menurutnya kajian itu mengulas, menjawab dan memberikan rekomendasi atas sejumlah permasalahan dalam pengaturan maupun praktik pembentukan kabinet presidensial di Indonesia selama ini.
"Beberapa isu yang dipaparkan dan dijawab dalam kajian itu adalah bagaimana sesungguhnya kekuasaan presiden dalam sistem pemerintahan presidensial, kewenangan presiden dalam pembentukan pemerintahan, konstitusionalitas kelembagaan pemerintahan," tuturnya.
Kemudian pengaturan kementerian dalam konstitusi, pengaturan kementerian dalam Undang-Undang Kementerian, Putusan-Putusan MK terkait UU Kementerian, praktik pembentukan kabinet sebelum periode 2024, dan evaluasi serta proyeksi untuk pembentukan kabinet pemerintahan presidensial ke depannya yang konstitusional.
Garis besar substansi kajian dimaksud yakni Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) menegaskan bahwa Presiden sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Ketentuan Pasal 4 ayat (1) UUD 1945 menyatakan: “Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang-Undang Dasar”. Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, maka Presiden dalam menjalankan pemerintahan negara memegang kekuasaan dalam tanggung jawab sebagai penyelenggara tertinggi pemerintahan negara.
Kemudian, berdasarkan Pasal 17 UUD 1945 bahwa (1) Presiden dibantu oleh Menteri-menteri negara, (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden, (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan, dan (4) Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara diatur dalam undang- undang.
"Pada prinsipnya menurut konstitusi, pembentukan kementerian dan pengangkatan menteri merupakan hak prerogatif Presiden. Namun, kewenangan Presiden dalam membentuk kementerian dan mengangkat menteri tersebut diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara," katanya.
Bayu yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember itu mengatakan bahwa UU Kementerian Negara merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang harus diperhatikan oleh Presiden dalam menggunakan kewenangan nya membentuk kabinet pemerintahan dan mengangkat menteri-menteri.
"UU Kementerian Negara merupakan fondasi untuk membentuk kabinet pemerintahan, maka perlu dilakukan kajian analisis terhadap UU tersebut untuk menata kebijakan hukum ke depan dalam rangka pembentukan kabinet (kementerian) yang konstitusional," ujarnya.
Kajian yang disusun APHTN- HAN itu adalah tindak lanjut rekomendasi Konferensi Nasional APHTN-HAN di Batam Kepulauan Riau pada September 2023 yang menghendaki agar APHTN- HAN selain fokus pada isu tata kelola penyelenggaraan Pemilu juga turut berkontribusi menyelesaikan berbagai permasalahan pada pembentukan kabinet presidensial di Indonesia.
Rakernas APHTN-HAN 2024 rekomendasikan penataan kabinet presidensial
Senin, 29 April 2024 21:36 WIB