Surabaya - Anggota DPRD Kota Surabaya mengaku "kaget" dengan besaran gaji yang didapat pegawai negeri sipil (PNS), khususnya setingkat kepala dinas di lingkungan Pemkot Surabaya, yang mencapai Rp60 juta/bulan. Anggota komisi A DPRD Surabaya, Alfan Khusaer, Rabu, mengatakan, setelah pihaknya menghitung ternyata seorang Asisten Sekkota atau Sekda dan pejabat setingkat Kepala Dinas bisa membawa pulang paling besar maksimal Rp60 juta dan minimalnya sekitar Rp45 juta per bulan. "Dengan penghasilan sebesar itu penghasilan pejabat pemkot setingkat asisten atau kepala dinas menyamai gaji presiden," katanya. Sekadar diketahui, Pemkot memang memberikan Tunjungan Prestasi Pegawai (TPP) meniru program kerja Pemerintah DKI Jakarta. Sementara, pada 2011 wali kota juga memberikan hadiah dengan mengacu program "e-Performance" yang dipakai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut hitungan DPRD, dengan tambahan TPP saja pendapatan PNS Pemkot Surabaya setingkat Kepala Dinas golongan IV E akan bertambah menjadi maksimal Rp19 juta per bulan, sedangkan PNS golongan I A yang paling rendah gajinya, maksimal akan mencapai Rp1,9 juta atau minimal Rp800 ribu per bulan. Selanjutnya, bila ditambah "e-Performance" yang diterapkan mulai 2011 tentang anggaran Penunjang Kinerja Kegiatan dan Penunjang Operasional Kinerja PNS Pemkot setingkat Kepala Dinas dengan golongan IV akan bertambah maksimal Rp35 juta/bulan. Sehingga penghasilan golongan IV, gaji ditambah TPP dan e-Performance bisa menapai Rp60 juta/bulan. Padahal gaji resmi level kepala dinas ini sekitar Rp5 juta/bulan. Menurutnya, pemberian TPP kepada PNS Pemkot diberikan wali kota sejak terpilih sebagai wali kota pada September 2010, sedangkan kenaikan pendapatan PNS Pemkot Surabaya berdasarkan "e-Perfomance" diberlakukan wali kota pada awal 2011. Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini pemberian insentif terhadap PNS Pemkot Surabaya secara aturan terlihat tidak ada pelanggarannya, tapi kalau pemberiannya tampak berlebihan sudah tentu mengundang tanda tanya. Pemberian TPP, katanya, berdasarkan beban kerja bukan prestasi kerja. Penilaiannya dihitung berdasarkan keaktifan absensi PNS itu sendiri. PNS yang rajin absen di atas pukul 16.00 WIB mendapatkan intensif cukup besar. "Kan tidak jelas ukurannya, bisa saja lama-lama di kantor tapi main game," katanya. Sedangkan pemberian insentif berdasarkan "e-Performance", mekanisme pemberian insentif diserahkan kepada masing-masing kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) langsung, tanpa didasari aturan yang tertuang dalam peraturan daerah atau yang lainnya. Dia mencontohkan, kalau seorang kepala dinas merangkap sebagai ketua tim reklame, ketua panitia HUT Surabaya, ketua panitia semarak Surabaya dalam memperingati hari pahlawan dia dipastikan akan mendapatkan insentif cukup besar. Penghasilan sebanyak itu, ujarnya, sangat berlebihan, sementara kinerja mereka banyak yang belum bisa disebut memiliki prestasi yang luar biasa. Karena itu, wali kota harus mengevaluasi kebijakan pemberian insentif tersebut. (*)
DPRD "Kaget" Besaran Gaji PNS Pemkot Surabaya
Rabu, 7 Desember 2011 20:57 WIB